KORAN NUSANTARA
ekbis Surabaya

Akhirnya Walikota Bicara Soal Penerapan Jam Operasi Dolly

wali dolySurabaya (KN) – Penutupan Dolly terkesan sepihak mengundang tanda tanya, tidak hanya kalangan dewan saja yang kali ini memertanyakan soal penerapan jam operasional dilokalisasi Dolly, berbagai kalangan masyarakatpun mulai menanyakannya.
Yang menjadi pertanyaan, kenapa aturan Penerapan jam operasional dari pukul 09.00 sampai 01.00 WIB itu hanya diterapkan di lokalisasi Dolly saja, sementara di Surabaya masih banyak lokalisasi lain yang tersebar dibeberapa tempat.
Terkait dengan permasalahan Dolly. Akhirnya Walikota Surabaya Tri Rismaharini angkat bicara. Menurutnya, kebijakan lokalisasi tidak hanya dengan melakukan penertiban. Tapi juga disertai pelaksanaan program-progam tertentu yang merupakan masukan dari tokoh masyarakat setempat dan Dinas Sosial Kota Surabaya.
“Kita banyak dibantu tokoh masyarakat disitu (lokalisasi), tokoh sosial yang sudah bisa masuk disitu,” tutur Walikota Risma, Minggu (5/6).
Walikota menegaskan, adapun masukan dari tokoh masyarakat yang dimaksud salah satunya adalah penerapan jam operasional di lokalisasi Dolly yang selama ini dikenal sebagai lokalisasi terbesar di Asia Tenggara.
Hal itulah yang kemudian menjadikan kenapa penerapan jam operasional belum diterapkan di lokalisasi lain di Surabaya. Karena masing-masing tokoh masyarakat yang berada diwilayah lokalisasi mempunyai masukan yang berbeda.
“Ada masukan lain dikawasan Kremil, bukan masalah bisa tidaknya masuk ditempat lain. Ketika ada masukan kita gerak. Tidak bisa serta merta begini,” ujar Risma, sapaan akrab Walikota Tri Rismaharini.
Tidak hanya itu saja, selain masukan dari tokoh masyarakat sekitar lokalisasi, Risma menyatakan, Pemkot Surabaya mempunyai strategi tersendiri untuk menangani persoalan lokalisasi di Surabaya. Hanya saja, Ia tidak mau memaparkan lebih rinci tentang program yang dimilikinya. “Maaf, saya tidak mau ekspos karena bisa jadi gagal. Tidak bisa ekspos terlalu vulgar,” tandasnya.
Yang pasti, program penanganan lokalisasi di Surabaya tidak dilakukan dengan cara penutupan langsung. Pasalnya, persoalan lokaliasasi merupakan persoalan yang komplek serta menyangkut hidup manusia. “Kita tidak mau secara instan, karena ini menyangkut manusia,” terangnya.
Namun, Walikota sedikit memberi bocoran, terkait program penanganan lokalisasi, program penutupan lokalisasi yang dilakukan pemkot lebih ditekankan pada pendekatan personal. Misalnya dengan memberikan tawaran apakah ingin membuka usaha baru atau ingin kembali pulang ke kampungnya asalnya.
Selain melakukan pendekatan secara personal, peran dari pihak-pihak yang sebelumnya sudah bisa masuk dilingkungan lokalisasi juga sangat diperlukan. Salah satunya adalah masukan dari tokoh masyarakat dikawasan lokalisasi. (wd)

Foto : Walikota Surabaya Tri Rismaharini

Related posts

Bersama Eri-Armuji, Hasto Berdialog dengan Pengusaha Surabaya

kornus

Kesadaran Masyarakat Lapor 112 Meningkat, Tetapi Jumlah Kebakaran di Surabaya Menurun

kornus

Kemendikbudristek Buka Pendaftaran KIP Kuliah Merdeka 2023