Surabaya (KN)- DPRD Jatim bersama Pemprov Jatim memprotes penandantangan kontrak baru pengelolaan Blok Madura West Offshore (MWO). Langkah ini ditempuh karena dalam kontrak itu, Pemprov Jatim tidak mendapatkan bagian sama sekali.
Anggota Komisi C DPRD Provinsi Jatim Suli Daim, di Surabaya, Jumat (29/4) mengatakan, pihaknya meminta supaya kontrak WMO dibatalkan. Sebab, isi kontrak baru dinilai kalau pemerintah salah dalam menafsirkan Undang – Undang (UU No 33 tahun 2004) yang didalamnya mengatur tentang kekayaan alam yang dikelola Negara. Dengan adanya kontrak baru tersebut, maka Negara telah mengingkarinya.
Terlebih lagi, lanjutnya, mengacu pada UU No 32 tahun 2004, semestinya kalau Pemprov Jatim tidak mendapatkan prosentase seperti yang , maka Participating Interest (PI) bisa diberikan kepada Jatim. ”Sekarang ini jelas, kita tidak mendapatkan bagian sama sekali, yang jelas hal itu tidak menganggap Jatim sebagai sebagian dari Negara. Sekarang ini semuanya diambil pemerintah pusat, dalam kondisi seperti ini semestinya ada kebijakan. Apalagi ini pembaharuan kontrak dan prosentasi itu seharusya dikasihkan,” tegasnya.
kata Suli Daim mengatakan, oleh karena itu pihaknya akan mengambil langkah tegas dengan mendesak Pemerintah Pusat agar meninjau kembali. Selain itu pihaknya juga akan meminta bantuan ke Komisi VII DPR RI untuk memfasilitasi dengan maksud mendesak pemerintah pusat untuk merevisi kembali kontrak tersebut.
Terkait dengan langkah Wakil Gubernur Jatim Saillah Yusuf yang akan menggugat, Suli Daim mengaku sangat apresiatif dan mendukung penuh langkah itu. ”Ini berkaitan dengan kepentingan rakyat Jatim, karena itu harus didukung,” tandasnya
Wakil Gubernur Jatim Drs H Siafullah Yusuf mengatakan, penandatanganan mekanisme yang isinya tidak sesuai keinginan, dalam hal itu Pemprov siap mengajukan gugatan untuk membatalkan kontrak tersebut. ”Pertama, kita menyesalkan kalau itu benar (kontrak baru) seperti itu, kenapa surat pak Gubernur tidak digubris,” kata Wagub Jatim yang akrab dipanggil Gus Ipul ini.
Lebih lanjut da menjelaskan, sebelumnya Gubernur telah meminta jatah WMO sebanyak 25%. Namun apa yang disampaikan tidak mendapat tanggapan dari pemerintah pusat. ”Seharusnya diberilah, Pemprov Jatim ini diajak dan dikasih, masak disuruh lihat tok,” katanya.
Gus Ipul juga meminta pada Pemerintah Pusat untuk mengkoreksi kontrak itu. ”Itu putusan kurang arif, untuk selanjutnya nanti bagaimana baiknya. Yang diinginkan supaya surat pak Gubernur diperhatikan,” tegasnya.
Gus Ipul menjelaskan, kalau Gubernur akan kirim surat lagi, intinya kembali meminta jatah dari WMO. Bahkan jika surat gubernur tetap tidak diperhatikan, Gus Ipul menyatakan Pemprov Jatim tidak mau bertanggungjawab jika terjadi hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. ”Makanya konsekuensinya bisa digugat, nanti kalau memungkinkan digugat ya kita gugat. Seharusnya yang 10% dapat, pak Gubernur kan minta 25%,” ungkapnya.
Seperti yang telah diketahui dari kontrak tersebut PT Pertamina memiliki hak partisipasi sebesar 60%. Kemudian Kodeco Energy Co Ltd, CNOOC (Madura) Ltd, PT Sinergindo Citra Harapan, dan Pure Link Investment Ltd masing-masing memperoleh jatah hak partisipasi sebesar 10%.
Kontrak baru itu berlaku setelah masa kontrak lama berakhir pada 7 Mei mendatang. Selain itu bonus tanda tangan sebesar 5 juta dollar AS dibayar sepenuhnya oleh Kodeco, CNOOC, Sinergindo, dan Pure Link. Hal itu sebagai salah satu pelaksanaan dari ketentuan pokok kontrak kerja sama (KKS) yang tertuang dalam surat menteri ESDM kepala BP Migas .Terhitung sejak 7 Mei 2011 hingga 31 Desember 2013, Kodeco tetap menjadi operator di WMO, baru setelah 31 Desember 2013, operator diserahkan ke Pertamina.(rif)