KORAN NUSANTARA
indeks Lapsus Surabaya

Pemkot Tak Punya Nyali, Takut Eksekusi Minimarket Bodong

Minimarket22Surabaya ( KN) – Pemkot Surabaya telah melakukan kebohongan publik terkait esekusi penutupan minimarket tidak berizin alias bodong. Pasalnya, rencana penertiban yang dijadwalkan pada, Senin (4/7), kemarin tak ada eksen.

Padahal sudah dipastikan saat hering di Komisi A DPRD Surabaya sebelumnya esekusi akan digelar, Senin (4/7) kemarin. Bahkan sampai kini  rencana itu kembali kabur. Bahkan yang berkembang antar pejabat Pemkot malah saling lempar atas rencana penutupan minimarket yang tek miliki izin lengkap tersebut.

Plt. Kepala Satpol PP Arief Budiarto beralasan menunggu prosedur penertiban dari Ir Isna Kepala Bidang Tata Bangunan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR). Sebaliknya Isna mengatakan, penutupan minimarket itu hak dan kewenangan sepenuhnya ada di Satpol PP.

Kondisi ini tentu saja membuat kalangan DPRD Surabaya semakin gerah. Pasalnya, pelanggaran yang dilakukan pegusaha mini market, baik itu Alfamart, Alfamidi, Alfa Express, Circle K, Indomaret maupun yang lainnya sudah sangat jelas.

“Kami nilai pejabat pemkot sudah melakukan kebohongan publik. Sebab, sejak 30 Juni lalu Pemkot sudah berjanji akan menertibkan mini market bodong, tapi ternyata dibatalkan. Ini kan membohongi masyarakat namanya,” kata Erick Tahalele, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Selasa (5/7).

.Selain itu, kata Erick, melalui Komisi A akan meminta agar komisinya menghadirkan Plt. Kasatpol PP Pemkot Arief Budiarto, pejabat DCKTR, pejabat Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan pejabat Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin) untuk digelar hearing lagi. “Ini sudah pelecehan terhadap dewan. Masak sudah janji-janji sendiri tapi diingkari sendiri. Ini kan tidak salah kalau masyarakat menilai Pemkot ketakutan atau main-main dalam soal ini,” tandasnya.

Reny Astuti, anggota Komisi C DPRD Kota Surabaya juga mengatakan hal serupa. Dia juga merasa heran dengan Satpol PP dan pejabat lain di Pemkot. Karena dia sudah berjanji sendiri, tapi diingkari sendiri. “Pertanyaannya sekarang, ada apa dengan Satpol PP dan pejabat Pemkot yang lain dengan mimimarket-minimarket tersebut,” katanya.

Menurut dia, di dalam Perda No 1 Tahun 2010 tentang Izin Usaha Toko Moderen (IUTM) pasal 60 sudah dijelaskan secara gamblang. Dalam pasal itu disebutkan, minimarket yang sudah punya izin dan telah beroperasi selama 6 bulan harus membuat laporan progres operasionalnya. Laporan progras ini merupakan kewajiban dan harus dipenuhi semua pengusaha minimarket.

Dalam laporannya, setiap mini market harus menginformasikan soal tenaga kerjanya yang sudah diserap. Kemudian, apakah tidak mengganggu perkonomian pasar tradisonal atau toko klontong di sekitarnya. Selanjutnya, bagi minimarket yang tidak membuat progres tersebut diberikan peringatan keras dan yang masih bandel langsung ditutup.

“Dari situ saja sudah jelas aturannya, apalagi yang tidak punya izin, seperti izin Perubahan Peruntukan, Zoning, Izin Mendirikan bangunan (IMB), izin zoning, izin Gangguan (HO), Amdalin maupun izin usaha toko modern (IUTM). Kalau yang tidak ada izin-izin tersebut sudah seharusnya ditutup. Lantas kenapa tidak ditutup. Ini kan aneh, ada apa sebenarnya” ungkap politisi asal PKS tersebut.

Ia menegaskan, DCKTR tidak punya wewenang menutup mini market seperti yang disebut Plt Kasatpol PP Arief Budiarto. Sebab, yang paling berwenang menegakkan perda adalah Satpol PP. “Kalau begini adanya, sama artinya Satpol PP lempar batu sembunyi tangan dan sesama pejabat Pemkot  saling lempar tanggungjawab,” katanya.

Dari sekitar 200 minimarket itu, lanjutnya, ada 3 minimarket milik Alfanart yang ditolak izin gangguannya (HO)-nya dari Badan Lingkungan Hidup (BLH). Itu artinya, tiga mini market yang tidak punya HO itu perlu mendapatkan prioritas penutupan dan tidak boleh beroperasi seterusnya.

Lucunya, Plt Kasatpol PP Pemkot Surabaya Arief Budiarto mengaku, dirinya belum bisa menertibkan minimarket bodong. Pihaknya masih menunggu prosedur peringatan kepada minimarket yang sudah punya sebagaian perizinan dari empat pereizinan yang harus dimiliki pengusaha mini market. Sebab, ada yang sudah memiliki IMB dan zoning, tapi belum memiliki HO dan IUTM. Padahal peringatan itu sudah disampaikan oleh Disperindag sampai 3x, ada apa masih Satpol PP masih beralasan menunggu prosedur peringatan lagi. Ini menimbulkan kecurigaan kalangan anggota dewan.

Selain itu, kata dia, ada minimarket yang hanya memiliki izin zoning, sedangkan IMB-nya sedang dalam proses. Bahkan, ada pula yang tidak punya izin sama sekali. Padahal sudah jelas dalam aturanya, sebelum beroperasi usaha minimarket harus mengantongi izin lengkap, artinya bila izin belum lengkap jelas tidak boleh beroperasi.

Sepewrti diketahui, sebelumnya Walikota Surabaya Tri Rismaharini setelah mendapat surat rekomendasi dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperdagin), langsung mengiyakan penertiban itu. Tetapi Satpol PP Surabaya yang sudah mendapat surat perintah Walikota justru mengabaikan penertiban itu. Bahkan Satpol PP Surabaya termasuk berani menentang surat perintah Walikota.

Satpol PP beralasan penundaan penertiban minimarket nakal masih belum lengkap karena masalah itu ada di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya yang ada di bidang Sarana dan Prasarana.

Sementara Kepala Seksi pengawasan dan Penertiban di Bidang Sarana dan Prasarana DCKTR, Isna Wahyudi justru menjelaskan, jika masalah penertiban itu menjadi urusan Satpol PP. Saling lempar tanggungjawab ini semakin membuktikan kecurigaan dewan jika Pemkot Surabaya bermain dalam penertiban minimarket-minimarket bodong tersebut. (red)

Related posts

Kharisma : Untuk Wujudkan Kemenangan di Pileg dan Pilpres 2024, Partai Gerindra Jatim Akan Menggelar Kegiatan yang Langsung Menyentuh Masyarakat

kornus

Jokowi: Susunan Kabinet Baru Segera Diumumkan

redaksi

Dandim 1710/Mimika Pimpin Acara Tradisi Korp Raport Pindah Satuan

kornus