Surabaya (KN) – Kontraktor rekanan Pemkot Surabaya yang selama ini mengerjakan proyek di Kota Surabaya kembali dibuat klimpungan. Meski rekanan menang dalam gugatan di PN Surabaya atas tunggakan pembayaran pelaksanaan pekerjaan pembangunan tahun anggaran 2009 yang dikerjakan 22 rekanan senilai Rp 26 miliar belum jelas. Dan ternyata para rekanan itu hanya menerima uang jaminan pekerjaan senilai 5% dari masing-masing pekerjaan. Itu artinya, harapan mereka untuk meraih uang pembayaran sebesar Rp 26 miliar dari Pemkot tersebut belum bisa terlaksana.
“Yang dicairkan ke rekanan baru uang jaminan 5 persen dari masing-masing nilai proyek yang dikerjakannya. Sedangkan, hasil kerja rekanan atas pekerjaan yang dikerjakan dengan total nilai sebesar Rp 26 miliar itu belum bisa cair,” kata Ketua Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapensi) Kota Surabaya, Hariono, Rabu (5/10).
Menurut dia, kalau yang dicairkan Pemkot baru uang jaminan sebesar 5% dari seluruh proyek yang telah dikerjakan, berarti para rekanan ini hanya mengambil uangnya sendiri. Pasalnya, sebelum mengerjakan proyek pembangunan di Pemkot setiap rekanan diwajibkan menyetor uang jaminan pekerjaan pembangunannya sebesar 5% dari nilai proyek.
Kalau nilai proyek yang dikerjakan satu rekanan sebesar Rp 1 miliar, kata Hariono, berarti uang jaminan yang disetorkan ke kas daerah (kasda) Pemkot sebesar Rp 50 juta. “Nah, uang Rp 50 juta itu yang kami terima dari Pemkot, sedangkan sisanya yang Rp 950 juta belum dicairkan,” ungkapnya.
Kondisi ini, lanjut dia, sudah jelas membuat para kontraktor kelimpungan. Pasalnya, pada saat para kontraktor ini akan mengerjakan proyek di Pemkot, mereka dananya pinjam dulu di bank. Setelah mendapatkan pinjaman dari bank dia langsung mengerjakan proyeknya.
“Karena proses pencairan hasil kerja tersebut macet dan Pemkot tidak mau membayarnya hingga dua tahun terakhir ini, maka hal ini membuat banyak para kontraktor bangkrut. Mengingat, para kontraktor itu tetap memiliki kewajiban membayar bunga bank. Sedangkan, uang pekerjaan yang diharapkan bisa segera cair masih belum jelas” katanya.
Hariono mengklaim telah dilapori para kontraktor yang menjadi anggotanya untuk mendesak Pemkot agar segera menyelesaikan segala tanggungannya pada kontraktor itu. Jika masalah ini berlarut-larut, kontraktor rekanan Pemkot terancam tidak bisa makan.
Saat ini banyak kontraktor dalam kondisi kritis, terbelit masalah keuangan gara-gara Pemkot belum membayar hasil pekerjaan mereka. Bahkan, tidak hanya dirinya yang kena dampaknya, tapi sekitar 2.000 anggota Gapensi dan keluarganya juga terkena dampaknya.
Selain itu, banyaknya proyek di Pemkot yang dikerjakan dengan sistem hak swakelola membuat rekanan tidak mendapatkan pekerjaan lagi di Pemkot. Kini, banyak rekanan sudah hengkang dari Surabaya. Mereka mencari proyek di luar kota Surabaya.
Bila Pemkot belum membayar, kontraktor kesulitan melunasi pinjaman di bank. Dampaknya ada beberapa kontraktor yang di-saat ini sudah di-black list pihak bank.
Sebenarnya, pihak kontraktor sendiri sudah berusaha menagih agar Pemkot segera membayarnya. Namun beberapa kali pertemuan yang melibatkan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang yang dimediasi DPRD Surabaya tak membuahkan hasil. “Sampai sekarang kontraktor masih diberi janji, karena realisasinya belum ada,” katanya dengan nada jengkel.
Ia menambahkan, 22 kontraktor rekanan itu mengerjakan 51 proyek pemkot, di antaranya pembangunan gedung sekolah, gedung kantor kelurahan dan kecamatan, serta prasarana umum. Sedangkan total nilai dana yang harus dibayar Pemkot mencapai sekitar Rp 26 miliar. (anto)