Hal tersebut disampaikan Hasyim saat menghadiri kegiatan Sarasehan yang digelar di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, bertajuk ‘Gagasan Kebangsaan dalam Kewargaan Inklusif dan Politik Kesejahteraan’, Selasa (19/7/2022) sore.
“Boleh saja. Mahasiswa pemilih, dosen pemilih. Kenapa kampanye di kampus tidak boleh? Mestinya boleh,” kata Hasyim.
Menurut Hasyim, kampanye di lingkungan kampus boleh dilakukan selama memberikan ruang yang sama bagi peserta pemilu lain.
Hasyim mencontohkan, jika ada tiga orang calon yang melakukan kampanye, maka seluruh calon tersebut diberikan ruang yang sama untuk berkampanye di lingkungan kampus. Hal itu bisa dilakukan mengingat seluruh warga kampus merupakan pemilih.
“Asal diberikan kesempatan yang sama. Misal, calonnya ada tiga, ketiganya boleh masuk (berkampanye) di kampus. Kalau mau diadu debat, juga boleh,” tambahnya.
Hasyim menambahkan, masyarakat Indonesia cukup cerdas untuk melihat adanya unsur kampanye atau tidak pada saat peserta pemilu melakukan kunjungan kerja.
“Rakyat kita sudah cerdas, mana yang kampanye, mana yang tidak, sudah tahu. Kampanye itu bicara soal visi dan misi, lalu ada ajakan untuk memilih. Jika hanya bicara visi misi dan tidak ada ajakan memilih, itu bukan kampanye,” katanya.
Hasyim menilai kampus merupakan tempat pengembangan keilmuan, teknologi, dan inovasi yang bisa dimanfaatkan oleh partai politik untuk merumuskan sejumlah kebijakan inovatif demi pembangunan Indonesia.
“Mestinya partai politik menggandeng kampus untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang inovatif untuk pengembangan kemajuan bangsa, yang paling penting itu,” ujarnya. ( wan/ in)