Surabaya (KN) – Forum Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) se-Jatim menolak memberikan dukungannya kepada Pakde Karwo dalam Pilgub 2013, Agustus mendatang. Ini lantaran anak-anak muda underbow PAN ini menemukan sejumlah bukti kenakalan Pakde Karwo (saat ini Gubernur Jatim Soekarwo, red) saat menjadi Sekdaprov.
Disampaikan Cakra Arifin Mustofa, Wakil Ketua Bidang Informasi Strategis dan Ahmad Sulton selaku Wakil Ketua Bidang Organisasi, DPD BM PAN Surabaya, kenakalan itu tentu saja untuk mendukung kampanye Pakde pada 2009. Ada sejumlah bukti yang dikantongi para pemuda tersebut, dan semuanya tak pernah terselesaikan.
Namun melalui pertemuan di Forum BM PAN se-Jatim di salah satu rumah makan kawasan Taman Bungkul Surabaya, para pemuda itu menyatakan menolak mendukung pasangan Karsa jilid II. Saat itu, ada 20 DPD BM PAN se-Jatim yang ikut di forum tersebut.
Cakra Mustofa dan Sulton menjelaskan, BM PAN bukan sekadar sayap partai, tapi juga berusaha mengkritisi persoalan kerakyatan akibat kebijakan publik. Ini pula yang terjadi saat Sekdaprov Jatim masih dijabat Soekarwo.
“Semasa menjabat Sekdaprov Jatim periode 2003-2009 yang juga sebagai Ketua Tim Anggaran Pemprov, Pakde diduga telah memerintahkan pejabat-pejabat di tim itu untuk membiarkan dana APBD Jatim yang disimpan di Rekening Kas Umum (RKU, red) Kas Daerah, namun oleh Direksi Bank Jatim diinvestasikan ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Apalagi saat 2005-2009 Pakde yang menjadi Komisaris Utama PT Bank Pembangunan Daerah Jatim (Bank Jatim), nilai SBI Bank Jatim sangat tinggi dan tertinggi dari BPD di Jawa. Pakde patut diduga memerintahkan direksi Bank Jatim untuk menginvestasikan dana APBD yang tersimpan di RKU ke SBI,” beber Cakra didampingi Sulton.
Saat itu, nilai SBI Bank Jatim periode 2007 tidak ada yang dibawah Rp3,5 triliun, tapi mencapai Rp6-8,3 triliun. Bahkan dari laporan keuangan PT BPD Jatim, BI sudah membayar bunga SBI itu, tapi sayangnya, bunga itu tak pernah masuk ke Kas Daerah sebagai PAD sejak 2005-2009. Padahal SBI itu menggunakan dana investasi dari APBD Jatim. Di dalam dana itu tentu ada hak rakyat untuk menikmati pembangunan.
“Pakde selaku pengendali kebijakan anggaran saat itu, lebih memilih rakyat Jatim tetap miskin dengan cara menginvestasikan dana APBD ke SBI daripada menggunakannya langsung untuk kesejahteraan rakyat. Ini juga bertolak belakang dengan jargonnya, APBD Untuk Rakyat. Pakde justru lebih sejahtera, karena saat jadi Komisaris Utama Bank Jatim, tentu pendapatannya meningkat seiring keuntungan dari SBI. Pada 2006 Pakde mendapat honor Rp490 juta, lalu naik di 2007 jadi Rp500 juta. Tunjangan tambahan penghasilan pada 2006 sebesar Rp345 juta naik di 2007 jadi Rp420, tunjangan pajak penghasilan dari Rp362 juta di 2006 naik jadi Rp412 juta di 2007. Dalam setahun pendapatannya Rp1,19 miliar (2006) dan Rp1,3 miliar (2007). Setelah pensiun dari Komisaris Utama, Pakde pun berhak mendapatkan uang pensiun sebesar 38 kali penghasilan bulanan dikalikan masa jabatannya selama empat tahun,” ungkap Cakra.
Dengan dalih itulah, Pakde yang mengusung APBD Untuk Rakyat dianggap Forum BM PAN tidak fair. Layak jika Forum BM PAN Jatim menolak mendukung pasangan Karsa walau DPW PAN Jatim sudah menyatakan dukungannya. (Jack)
Foto : Foreum BM PAN Se-Jatim