Surabaya (KN) – Pelaksanaan pemasangan jaringan internet plus modem yang dilakukan PT Telkom atas kemenangan lelang di Pemkot Surabaya senilai Rp6,9 miliar, tak sesuai dengan kenyataan. Mestinya dari kerjasama yang dilakukan, Telkom memiliki keharusan memasang jaringan internet plus modemnya untuk RT/RW seluruh Surabaya.
Namun kenyatan dilapangan, selain PT Telkom tidak mampu melaksanakan pekerjaan secara keseluruhan yang jumlahnya sekitar 10 ribu lebih dan hanya dilaksanakan sekitar 6 ribu itu, pihak RT dan RW juga tetap harus membayar pemasangan itu. Padahal, informasinya, setelah jaringan internet terpasang, akan digratiskan selama enam bulan. Nyatanya, setiap bulan sejak pemasangan pertama, pihak RT atau RW tetap harus membayar tagihannya.
Bahkan pemasangan itu juga tak sepenuhnya dilakukan di Balai RW atau Balai RT, melainkan di rumah pengurus kampungnya, itu sama halnya untuk kepentingan perorangan bukan lembaga RT/RW. Tentu saja dipasang di rumah pengurus kampung yang memiliki jaringan telepon.
Informasinya, jaringan internet itu berupa wi-fi, namun yang ada, jaringan itu tetap menggunakan sambungan telepon atau lebih dikenal dengan jaringan Speedy. Ini sama saja, pelaksanaannya tak sesuai spesifikasi teknik dalam lelang dan kontrak tersebut.
Kepala Bagian Bina Program Surabaya Agus Imam Sonhaji menegaskan, lelang jaringan internet yang dimenangkan Telkom itu sudah sesuai mekanisme yang ada. “Tak ada pelanggaran dalam lelang itu,” ujar pejabat yang dikenal sebagai bemper Pemkot terkait proyek jaringan internet plus modem untuk RT/RW tersebut.
Entah mengapa adanya dugaan penyimpangan proyek senilai Rp 6,9 miliar itu tak direspon oleh lembaga penegak hukum. Mestinya lembaga penegak hukum baik Kepolisian maupun Kejaksaan tanggap dan pro aktif mengusut proyek yang diduga ada ketidak beresan antara Pemkot dan PT Telkom tersebut. (anto/Jack)