KORAN NUSANTARA
hukum kriminal indeks

Kejari Bidik Dugaan Penyalahgunaan Wewenang Walikota Surabaya

Surabaya (KN) – Setelah berhasil mengungkap dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS), diam-diam Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya serius membidik dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Walikota Surabaya Tri Rismaharani terkait penggunaan keuangan daerah Pemkot Surabaya tahun anggaran 2010- 2011, khususnya untuk pengadaan tenaga ahli walikota.Bahkan, Kejari sudah memeriksa Kabid Pajak Dinas Pendapatan dan Keuangan Pemkot Surabaya, Joestamadji. Tujuannya, untuk mengetahui aliran dana yang digunakan untuk pengadaan tenaga ahli tersebut. “Kami telah memeriksa Kabid Pajak, Pak Joestamadji. Kami menanyakan apa dasar hukum yang digunakan untuk pengadaan delapan tenaga ahli Walikota Surabaya tersebut,” ujar Kepala Kejari Surabaya, Mukri saat dikonfirmasi, Rabu (5/10).

Seperti diketahui, melalui Surat Keputusan Walikota No. 188.45/444/436.1.2/2010 tentang Tenaga Ahli Kota Surabaya, Risma menunjuk delapan tenaga ahli. Mereka adalah Soebagyo, H. Purwito, Mursyid Mudiantoro, Syarif Mustafa Amien, Airlangga Pribadi, Don Rozano, Emmanuel Sudjatmoko dan Adi Sutarwiyono.

Penetapan tenaga ahli tersebut disoal lembaga swadaya masyarakat (LSM). Alasannya, pengangakatan itu berpotensi merugikan keuangan negara. Selain itu, pengangkatan delapan tenaga ahli itu juga dinilai telah melampaui batas kewenenangan walikota

Koordinator Masyarakat Pemantau Pelaksanaan Program dan Kebijaksanaan Pemerintah Jawa Timur (MP3KP), Eusebius Purwadi dalam siaran persnya pada 1 Agustus lalu menyebutkan, pengeluaran biaya sehubungan dengan penunjukan tenaga ahli walikota Surabaya dibebankan kepada APBD Kota Surabaya 2011. Sementara, peruntukannya tidak sesuai dengan ketentuan dan dapat menimbulkan potensi kerugian negara.

MP3KP juga menganggap, kedudukan Tenaga Ahli itu tidak sesuai dengan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 41/2007 dan Peraturan Menteri Dalam Negera (Permendagri) Nomor 57/2007.

Dalam tiga peraturan itu, Walikota Surabaya dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu oleh staf ahli, bukan tenaga ahli. Dasar hukumnya adalah Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Selain itu, pada Pasal 36 tersebut disebutkan, Gubernur, Bupati/Walikota dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu staf ahli. Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak 5 (lima) staf ahli.

Kemudian, staf ahli itu diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dari pegawai negeri sipil. Dan tugas dan fungsi staf ahli gubernur, Bupati/Walikota ditetapkan oleh gubernur, Bupati/Walikota di luar tugas dan fungsi perangkat daerah.

Sementara, dalam surat keputusan (SK) Walikota Surabaya 188.45/444/436.1.2/2010, tidak ada keterangan yang menyatakan atau menjelaskan serta mendifenisikan tenaga ahli yang kini dimiliki Walikota Surabaya tersebut.

Di samping itu, peraturan atau perundangan yang digunakan membenarkan atau melegitimasi Walikota Surabaya membentuk tenaga ahli, tidak ada. Tenaga Ahli hanya dikenal atau dibentuk dalam lingkungan DPR/DPRD.

“Jika dalam penafsiran, bahwa yang dimaksud tenaga ahli adalah staf ahli, maka berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat 3 PP No. 41/2007 kebijakan Walikota salah. Karena, tenaga ahli harus berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tenaga ahli yang di lingkungan DPR/DPRD,” kata Purwadi.

Kumpulkan Data

Kepala Kejaksaan Negeri Surabaya, Mukri mengungkapkan, hingga saat ini pihaknya masih dalam tahap pengumpulan data dan keterangan dari sejumlah orang terkait hal tersebut. “Ini masih dalam tahap awal. Tapi, untuk lebih jelasnya mari kita lihat nanti, bagaimana dan apa hasil pemeriksaannya,” kata Mukri yang enggan menjelaskan lebih detail dugaan penyalahgunaan wewenang ini.

Namun sumber di Kejari Surabaya yang tidak mau disebutkan namanya mengungkapkan, pada Jumat, 30 September lalu Tim Intelijen Kejari Surabaya telah memanggil Joestamadji untuk dimintai keterangannya terkait kasus yang menyeret nama Walikota Surabaya Tri Rismaharini. Joestamadji dimintai keterangan terkait dasar hukum dikeluarkannya Keputusan Walikota Surabaya tentang pengangkatan tenaga ahli Walikota Surabaya pada 26 Oktober 2010. Dugaan Kejari, pengangkatan delapan tenaga ahli tersebut tidak berdasar Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) dan juga bukan jenis perundang-undangan. Tapi hanya sekadar pedoman kebijaksanaan atau kewenangan bebas.

Padahal seharusnya, lanjut sumber tersebut, pedoman pengangkatan tenaga ahli tersebut harus berdasarkan peraturan yang berlaku. Sehingga apa yang dilakukan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini sudah jelas berbau penyalahgunaan keuangan negara, seperti kerugian negara dan pemborosan uang negara.

Ia menambahkan, alasan Kejari membidik kasus ini lantaran SK Walikota Surabaya nomor 188/444/436.1.2/2010 tersebut dinilai melanggar ketentuan yang berlaku dan merugikan keuangan negara. Selain itu, apa yang dilakukan Risma saat itu tidak didasarkan PP No 41 tahun 2007 dan Permendagri No 57 tahun 2007. Dan dalam kebijakannya, Risma mengeluarkan kebijakan bukan untuk membentuk staf ahli melainkan tenaga ahli.

Sedangkan, tenaga ahli yang diangkat bukan berasal dari PNS dan andaikan ada yang dari PNS, mereka itu bukan dari PNS di lingkungan Pemkot Surabaya. Seperti, dari perguruan tinggi negeri di Surabaya. (red)

Related posts

Mahasiswa Telkom University Bandung Ditemukan Tewas Gantung Diri

redaksi

Silaturahmi Dansatgas Indobatt dengan Kepala Distrik Desa Tulin Lebanon Selatan

kornus

Jam Komandan Sebagai Sarana Kedekatan Pimpinan Dan Bawahan

kornus