KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Kebijakan Pemkot Tarik Uang Sewa Rusun Rapelan Langgar Perda

Surabaya (KN)- Dalam pembahasan masalah tarif Rumah Susun Sewa Sederhana (Rusunawa) Tanah Merah dan Randu yang dipersoalkan warganya karena kebijakan merapel uang sewanya, diketahui jika kebijakan itu tak sesuai perda.
Dalam aturan itu, disebutkan jika pembayaran uang sewa Rusunawa dilakukan tiap bulan sekali, bukan dirapel selama enam bulan ke depan. Dalam Perda 59/2010 tentang Tarif Sewa Rusunawa Wonorejo, Penjaringansari II, Randu, Tanah Merah Tahap I, Tanah Merah Tahap II dan Penjaringansari Tahap II di Kota Surabaya, disebutkan jika pada pasal 4 ayat (1) dengan tegas menyebutkan aturan tersebut.
Sementara kebijakan UPTD Rusunawa Tanah Merah dan Randu, memberlakukan uang sewa rusun sebesar Rp 185 ribu per bulan itu harus dibayar enam bulan ke depan. Padahal, Perda 59/2010 itu diberlakukan sejak Nopember 2010. Tapi kenapa pihak UPTD justru memberlakukan tarif rapel. Begitu juga terkait masalah tarifnya, warga yang kebanyakan bekas gusuran tanah stren kali itu, sangat berat. Warga minta tarif itu diturunkan. Karena warga penghuni rusun itu banyak yang belum mendapatkan pekerjaan tetap. Apalagi jika diharuskan untuk membayar uang sewa selama enam bulan sekaligus.
“Sebanyak 75 persen penghuni Rusunawa Randu adalah warga gusuran stren kali, kami minta tarif sewa diturunkan dulu. Bukan masalah cicilannya besar atau tidak,” ujar Yudi, salah satu perwakilan warga kepada Komisi A DPRD Surabaya, Senin (21/3).
Tuntutan yang sama juga disampaikan perwakilan penghuni Rusunawa Tanah Merah, Efendi. Menurutnya, meskipun sekarang ini semua sarana dan prasana hampir seluruhnya terpenuhi, warga tetap merasa keberatan jika harus membayar uang sewa selama enam bulan sekaligus. Belum lagi warga harus membayar tarif listrik dan air yang juga harus dirapel enam bulan.
Menyikapi tuntutan warga, Kepala Bidang Pembangunan, Dinas Pengelolaan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya Agus Supriyo mengaku, akan melaporkan keinginan penghuni rusun kepada pimpinan. Namun terkait tarif, sebenarnya sudah sesuai dengan Perda 2/2010 dan Perwali 59/2010. Hanya masalah rapel itu saja yang menyalahi aturan. “Jika ada permintaan menurunkan tarif, pemkot tak bisa serta merta mengabulkannya. Sebab sudah ada aturan pasti tentang penentuan tarif sewa rusun,” kata Agus Supriyo.
Anggota Komisi A DPRD Surabaya Adies Kadir mengatakan, sebaiknya Pemkot tidak terpaku pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Jangan sampai perda atau Perwali yang mengatur tarif sewa reklame ini tidak berbuntut seperti Perwali reklame beberapa waktu yang lalu.(wd)

Foto : Warga penghuni rusun saat hearing dengan komisi A DPRD Surabaya

Related posts

Menhan Berharap Indonesia Masuk Tiga Kekuatan Pertahanan Dunia

kornus

Begini Respon Pemkot Soal Surabaya seperti Wuhan

Ketua Fraksi Gerindra Puji Capaian yang Bagus Kepemimpinan Gubernur Khofifah

kornus