Kulonprogo, DIY , mediakorannusantara.com — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan bahwa bank makanan (food bank) merupakan salah satu upaya alternatif yang bisa mengurangi stunting dan makanan terbuang di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Banyak makanan yang sudah dimasak seperti di restoran, seringkali tidak habis atau bersisa. Ini adalah potensi gizi yang terbuang sia-sia dan berujung pada terjadinya food loss (sampah makanan) dan food waste (makanan yang siap dikonsumsi tapi dibuang),” kata Deputi Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN M Rizal Martua Damanik dalam kunjungannya ke Desa Bugel, Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulonprogo, DI Yogyakarta, Sabtu.6/5

Damanik menuturkan kajian Bappenas bersama sejumlah lembaga menunjukkan bahwa Indonesia membuang sampah makanan sekitar 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun.

Hal tersebut, lanjutnya, patut dijadikan perhatian agar setiap pihak belajar bersama-sama untuk mulai menyimpan makanan dengan cara yang baik dan mengolahnya sesuai kebutuhan.

Terkait edukasi makanan bergizi, menurutnya, masyarakat di seluruh desa secara berkelanjutan akan terus dibantu oleh Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) guna meningkatkan pemahaman pembuatan menu makanan bergizi serta takaran yang sesuai.

Dari program Dashat, BKKBN kemudian mengadakan pilot project untuk mendirikan bank makanan yang kini didirikan di Desa Bugel, Kabupaten Kulonprogo. Di tempat itulah, para warga secara bergotong royong mengumpulkan makanan, baik berupa lauk jadi atau bahan pangan seperti telur dan beras.

Beragam makanan itu nantinya akan disalurkan kepada 25 keluarga berisiko stunting yang ada di Desa bugel dengan bantuan para kader bank makanan. Tujuannya agar gizi anak dan ibu hamil yang Kekurangan Energi Kronik (KEK) bisa tercukupi dengan baik dan terhindar dari stunting.

“BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting akan mencoba mempercepat penurunan stunting dengan memanfaatkan antusias masyarakat Kulonprogo. Dari beberapa pengalaman yang sudah kita lakukan dalam 2-3 ke belakang, Kulonprogo ini sangat cocok untuk melaksanakan ini,” ujarnya.

Selain sikronisasi bank sampah dengan Dashat, Damanik mengapresiasi warga yang menggunakan masjid sebagai salah satu basis tempat mengumpulkan bantuan, baik berupa makanan atau dana untuk diolah oleh para kader.

Dengan demikian ia berharap kehadiran bank makanan bisa diterapkan di seluruh desa sehingga Indonesia mampu mewujudkan zero stunting pada masa depan.

“Hal ini bisa terbukti melalui uji coba yang sudah kami lakukan sejak bulan Februari 2023 sampai bulan April. Alhamdulillah ada dua pendekatan yang kita lakukan yaitu pendekatan berdasarkan Dashat dan juga berbasis masjid di Desa Bugel,” ujarnya. ( wan/an)