“Kemungkinan warga yang berada di wilayah IKN, hak pilihnya kembali ke daerah asalnya. Misalnya, warga Sepaku tetap ikut sebagai masyarakat Penajam Paser Utara (PPU), kemudian Samboja masuk di Kutai Kartanegara (Kukar),” kata Firdaus.
Pada Pasal 5 ayat 3 Undang-Undang IKN mengatur soal Pemilihan Umum Kepala Badan Otorita Nusantara yang dikecualikan dari satuan pemerintahan daerah lain.
Ibu Kota Negara hanya menyelenggarakan pemilihan umum tingkat nasional tanpa pemilihan legislatif tingkat daerah karena tak ada DPRD di IKN.
“Di sana itu kan DPR belum ada karena memang daerah pemilihan di sana harusnya di PPU sama di Kukar. Di sana tidak ada legislatifnya, jadi belum ada pemilihan untuk yang di wilayah IKN nanti,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat seharusnya tetap memiliki hak suara untuk memilih sebagai seorang warga negara.
“Nggak mungkin juga kalau (hak politik warga) dikebiri karena mereka kebetulan masuk di wilayah IKN,” tuturnya.
Firdaus menambahkan untuk pemilu, pilpres, pilkada, dan hingga pemilihan anggota DPRD provinsi mungkin hak suara masyarakat di wilayah IKN akan tetap ada.
“Mungkin, tidak ada hak pilih di DPRD kabupaten/kota. Akan tetapi ya harusnya tetap kembali ke daerah dia sesuai domisili mereka itu, disesuaikan dengan KTP-nya sebagai warga yang punya hak memilih untuk memilih DPRD setempat,” tegasnya.
Menurut Firdaus, hingga saat ini hal tersebut tidak mempengaruhi eskalasi politik di Kaltim secara signifikan karena jumlah penduduknya yang sedikit.
“Akan tetapi bisa juga ada masyarakat yang merasa hak pilihnya mubazir. Kalau tidak digunakan kan sayang juga,” katanya.(wan/inf)