KORAN NUSANTARA
ekbis Headline indeks

TKI Pilih Hongkong Karena Sangat Menghargai Nasib Pekerja

Hongkong (KN) – Indonesia sudah tak bisa dipungkiri sebagai negara penyuplai tenaga kerja untuk orang lain. Di Asia, tenaga kerja Indonesia (TKI) ini juga sudah mendapat kepercayaan. Bahkan di beberapa negara maju, sangat mudah menemukan para TKI ini.Diantara sekian banyak negara, Hongkong, menjadi negara primadona para TKI asal Jatim. Tentu saja yang dikejar adalah nilai rupiah yang dihasilkan.

Di bandara internasional Hongkong, ada beberapa TKI yang bisa ditemui. Namun bagi seorang TKI, tak mudah untuk bekerja di bandara internasional (Hong Kong International Airport), sebab ada salah satu syarat yang harus dipenuhi para TKI itu. Yakni KTP setempat, atau semacam greend card di AS.

Bagi TKI yang sudah memiliki KTP indentitas sebagai warga Hongkong, akan mudah menjadi pekerja di HKIA tersebut. Memang tak sembarangan, itu sebagai syarat mutlak bagi seorang pekerja di lingkungan bandar udara.

Seperti yang dituturkan Umi Chun, salah satu TKI wanita asal Kedir, Jawa Timur ini. Umi Chun yang sudah bekerja selama 23 tahun di Hongkong, mengaku sudah menikah dan bersuamikan seorang warga negara Hongkong. Ibu dua anak itu pun sudah tinggal di sebuah apartemen di Hongkong.

“Sejak saya bekerja di Hongkong, saya memang belum memiliki KTP Hongkong. Tapi walau ber-KTP Hongkong, saya belum melepas kewarganegaraan Indonesia. Saya masih sering mudik, paling tidak dua tahun sekali. Setelah saya menikah dengan pria Hongkong bermarga Chun, saya pun bisa mendapatkan KTP Hongkong. Dan berbekal KTP itu, saya bisa bekerja di bandara Hongkong ini,” tukas Umi Chun yang menjadi pekerja di sebuah restoran Italia di HKIA.

Umi Chun mengaku, di Hongkong, nasib para pekerja itu benar-benar diperhatikan, tidak seperti di Indonesia. Karena itulah alasan Umi Chun memilih bekerja di luar negeri. Namun dia mengakui, walau gaji para TKI Hongkong ini besar, sayangnya masih banyak tarikan, sehingga yang diperoleh para pekerja ini pun kecil.

“Ada tarikan untuk agen pekerja, tarikan lainnya sehingga semua itu mengurangi gaji TKI. Kalau saya tak ada tarikan karena sudah tak melalui agen pekerja. Tapi tarikan uang itu juga kadang kala bisa kembali ke TKI seperti untuk biaya pemulangan dan lainnya. Untuk Hongkong, nasib pekerja diperhatikan itu seperti untuk biaya pindah rumah dan lainnya,” aku Umi Chun yang memiliki gaji Rp 13 juta perbulan ini.

Disinggung apakah tak ingin kembali bekerja di Indonesia, sembari menikmati masa tuanya? Umi Chun menegaskan, jika di Indonesia sudah seperti Hongkong saat ini, detik ini juga diminta pulang, dia bersedia kembali ke tanah air. “Berapapun biayanya, kalau Indonesia sudah menghargai para pekerja seperti di Hongkong, saya siap pulang. Tapi itu kapan?” seloroh Umi Chun saat ditemui di HKIA.

Umi Chun menegaskan, di negara maju seperti Hongkong, Korea, Jepang dan lainnya, jika di suatu rumah tanggan hanya mengandalkan gaji atau penghasilan dari suami atau istri saja, maka itu termasuk keluarga yang kekurangan. Dari penghasilan satu orang itu, paling tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan biaya hidup sebulan saja.

“Kalau yang bekerja dua orang, baru bisa untuk menabung. Saya dengan gaji Rp 13 juta saja, sebulan pengeluaran mencapai Rp 7 juta. Jadi saya masih bisa saving dana sebesar Rp 6 jutaan. Ini juga karena dibantu suami saya. Bagi kami yang sudah berkeluarga ini, tentu memiliki kebutuhan banyak, seperti untuk sewa apartemen, dana hiburan, biaya sekolah anak, biaya susu dan kebutuhan lainnya,” ungkap wanita bertubuh kecil ini saat ditemui di Smoking Lounge HKIA ini.

Bagi Umi Chun, para pekerja di Hongkong sangat dihargai karena di negara ini Partai Buruh juga memiliki peran besar terhadap jalannya negara bekas jajahan Inggris ini. (jack)

 

Foto: TKI Umi Chun bersama warga Indonesia yang berbagi cerita saat bertemu di HKIA

Related posts

Di Hadapan Global Forum of MUFPP, Wagub Emil Tekankan Pentingnya Ketahanan Pangan

kornus

BPBD Papua terjunkan tim ke lokasi Embun Beku

Pemerintah Tetapkan Penambahan Libur Lebaran 2018

redaksi