Surabaya (KN) – Jalan terang berkah Ramadhan bagi seluruh umat, tak terkecuali bagi PSK Kota Surabaya. Pasalnya setelah mendapat pencerahan dari para ulama, sebanyak 26 PSK tengah mengajukan pensiun dini untuk kembali ke jalan yang benar.“Selama Ramadhan tahun 2011 ini, MUI Jawa Timur cukup bersemangat mendekati lokalisasi yang menjadi batu sandungan Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim tersebut. Yah, karena di Surabaya ada lokalisasi Dolly yang terkenal dan terbesar di kawasan Asia Tenggara, sementara penduduk Jawa Timur 96 persen lebih beragama Islam. Dan juga, pondok pesantren terbesar di Indonesia adalah di Jatim. Alhamdulillah, ikhtiar MUI Jawa Timur itu akhirnya membuahkan hasil. Dari 50 orang WTS yang mengikuti pelatihan shalat di sebuah pesantren dekat lokalisasi Bangunsari itu, kini sudah ada 26 orang di antaranya yang insyaf mendaftarkan diri untuk “pensiun dini” kepada MUI,” tutur KH Abdurrahman Nafis Lc MHI, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur di Surabaya, Rabu (24/8)..
Menurutnya, 26 PSK tersebut berasal dari Jember, Nganjuk, Malang, Madiun, Blora, Solo. Menurut Kiai Nafis, mereka akan diberi bekal merintis usaha baru yang halal, masing-masing sebesar Rp 4 juta. “Alhamdulillah, mereka sadar. Semoga kesadaran ini segera merembet ke teman-teman yang lain,” harapnya.
Terhadap fenomena keberhasilan dakwah tersebut, menurut Kiai Nafis, MUI Jawa Timur makin bersemangat melakukan usaha untuk meminimalisasi sampai penutupan lokalisasi di Surabaya. Bahkan saat ini telah diagendakan pada Oktober nanti ada sarasehan bertajuk menata kota tanpa asusila yang akan menghadirkan para pimpinan Pemprov Jatim dan para akademisi yang berkompeten.
Seperti diketahui, untuk mengentaskan PSK dari lembah hitam lokalisasi di Kota Surabaya. Selama Ramadhan ini, MUI telah membentuk Idial (Ikatan Dai Area Lokalisasi). Sekitar 50 orang ditraining untuk menjadi ujung tombak berdakwah ke lembah maksiat tersebut.
Dan selama Ramadan ini pula, MUI telah melakukan pendekatan kepada para WTS di lokalisasi untuk diberi siraman rohani dan praktik shalat. Pelatihan shalat misalnya, dilakukan kepada mereka yang tidak “berjualan” selama Ramadan dan tidak pulang kampung.
Hasilnya, ternyata sangat mengharukan. Karena banyak di antara mereka yang sedang berpraktik shalat itu dilakukan sambil meneteskan air mata.
“Sungguh mengharukan, karena sebenarnya mereka juga ingin menjadi orang baik-baik,” tutur Kiai Nafis, yang juga Wakil Katib Syuriah PWNU Jawa Timur ini. (yok)
Foto : Ilustrasi PSK