KORAN NUSANTARA
Headline indeks Jatim

Sahat Tua Simanjutak : Seorang Kepala Daerah atau Anggota Dewan Terpilih Harus Punya Itegritas Tinggi dalam Mengelola Tata Kelola Pemerintah

Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Pimpinan DPRD Jawa Timur memandang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah maupun Legislatif secara langsung, rupanya telah menimbulkan biaya politik yang begitu tinggi. Dampak dari itu pun dinilai dapat berpotensi mengganggu kinerja kepala daerah terpilih.

Hal tersebut menjadi satu di antara isu yang dibahas Pimpinan DPRD Jatim saat menerima peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) RI di Gedung DPRD Jatim, Senin (4/7/2022).

“Dari itu maka kenapa kita tidak mencoba untuk mengkaji kembali mekanisme pemilihan kepala daerah langsung yang berbasis politik biaya tinggi agar bisa mengurangi dampak dari risiko-risiko yang akan timbul setelah yang bersangkutan terpilih,” kata Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak ditemui usai menerima kunjungan peserta SSDN Lemhanas RI.

Sahat mengatakan, bagaimanapun juga seorang kepala daerah terpilih yang menggunakan biaya politik tinggi, secara moral juga ingin mengembalikan cost yang telah dikeluarkan. Dalam wilayah kekuasaan, dikatakan dia, godaan itu tentu sangatlah besar dan tidak hanya berkaitan dalam praktik-praktik yang mungkin bisa timbul seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

“Sehingga pada saat pertemuan dengan peserta SSDN, kami menyampaikan dalam konteks freedom akademik, bukan sebagai perwakilan partai politik, kami menyampaikan pikiran seperti itu. Bagaimana pemilu legislatif maupun kepala daerah kita kaji lagi, karena cost politiknya sangat tinggi,” jelas dia.

Menurut Sahat, apabila cost politik tinggi, maka secara moral orang akan berusaha ingin mengembalikan biaya yang telah dikeluarkan. “Selama ini, kita juga tidak pernah tahu besarnya sumber dana untuk modal politik itu dari mana,” kata dia.

Padahal, Sahat menyatakan, seorang kepala daerah atau anggota dewan terpilih, harus punya integritas yang tinggi dalam mengelola tata kelola pemerintah. Tetapi bilamana calon kepala daerah terpilih telah menggunakan biaya politik yang tinggi, maka mau tidak mau itu dapat mempengaruhi integritas kinerja orang tersebut.

“Jadi, saat forum freedom akademik itu saya dimintai pendapat, karena forum ini adalah kebebasan akademik, saya memberikan pandangan seperti itu. Mengapa kita tidak pernah mencoba mengkaji sistem pemilihan umum kita,” ungkap Sahat.

Selain tingginya biaya politik, isu lain yang dibahas dalam forum freedom akademik adalah terkait kurangnya perwakilan wanita yang mengisi kursi dewan. Sahat pun membeberkan alasan tersebut. Pada intinya, kata dia, seseorang yang berpolitik harus menggunakan logika. Yang berarti, logistik dan kapabilitas atau kemampuan.

Sahat memaparkan, logistik dibutuhkan dalam setiap kontestasi Pemilu baik Legislatif maupun Pilkada. Sedangkan kapabilitas, berkaitan dengan kemampuan seseorang.

Di sisi lain, kata dia, dalam sebuah wilayah tertentu pada konteks kearifan lokal, pria juga masih dianggap lebih baik dari wanita. “Sehingga itu kenapa banyak politisi wanita yang kemudian tidak terpilih di dewan,” jelas Politisi Partai Golkar tersebut.

Padahal, Sahat menyebutkan, jumlah penduduk wanita di Jatim mencapai 20,37 juta. Sedangkan jumlah penduduk pria, sekitar 20,29 juta. Meski jumlah penduduk wanita lebih besar dari pria, namun ternyata tidak linier dengan perolehan kursi yang didapat di dewan. “Nah, ini menjadi bagian dari freedom akademik saat diskusi kebebasan akademik tadi,”ini tandasnya. (KN01)

Related posts

Pola Hidup Bersih dan Sehat, Sudah Menjadi Acuan di Makorem

kornus

Puluhan Bungkus Ganja, Hingga Dua Pasang Tanduk Rusa Berhasil Diamankan Satgas Yonmek 521/DY

kornus

Gus Yahya tegaskan PBNU tak terlibat dukung Capres