Surabaya (KN) – Banyaknya pelanggaran bangunan yang berubah fungsi peruntukanya menunjukan kelemahan pengawasan Pemkot Surabaya. Seperti pembangunan renovasi Ruko bakal dirubah peruntukanya menjadi hotel di Jl Kayun 26 A Surabaya. Renovasi bangunan yang bakal dijadikan hotel itu diduga belum memiliki izin HO, izin bangunan (IMB) dan izin usaha (Siup) disoal oleh pemilik ruko sekitar, yakni pimpinan Permata Indonesia, SK Print dan Tele Bank Mega yang berkantor di dalam komplek Ruko di Jl Kayun 26 itu.
Menurut Soepono, manajer umum PT Asta Bangun Graha yang diberi kuasa oleh ketiga instansi tersebut untuk komplain atas pelaksanaan renovasi bangunan tersebut menyatakan jika pembangunan renovasi itu sangat mengganggu lingkungan kompleks Ruko, seperti suara bising, debu dan lahan parkir yang kian menyempit.
“Kami tidak setuju kalau bangunan tersebut untuk hotel karena parkir tidak mencukupi, karena lahan sempit. Apalagi di didalam kompelk Ruko tersebut ada 5 perkantoran,”ungkap Soepono
Dikatakanya, pihaknya sudah melaporkan pelanggaran ini ke Dinas Cipta Karya (DCKTR), Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Satpol PP pada 21 Januari lalu, tapi hingga kini belum ada tindakan tegas dari Pemkot Surabaya. Bahkan, pembangunan tersebut berjalan terus, meski belum mengantongi perizinan.
“Karena tak ada respon dari Pemkot untuk melakukan tindakan, kami laporkan masalah ini ke dewan. Karena kami tidak setuju kalau bangunan Ruko tersebut dirubah untuk hotel,”ungkapnya.
Sementara Kepala Badan Lingkungan Hidup Pemkot Surabaya Ir Musdiq Ali Saudi melalui surat no: 660/924/436.7.2/2014 tertanggal 28 Januari 2014, memberi dukungan penertiban renovasi pembangunan hotel di Jl Kayun 26 A Surabaya tersebut.
Dikatakan tim dari BLH, pihaknya sudah melakukan peninjauan ke lokasi pada 23 Januari lalu. Hasilnya, pemasangan jaring pengaman di lokasi pembangunan tidak optimal, sehingga menyebabkan banyak reruntuhan batu yang jatuh tidak beraturan. “Persil yang berselahan (SK Print) yang kena dampak khawatir pembangunan tersebut merusak struktur bangunan.
Selain itu, pembangunan hotel tersebut berdampak pada sulitnya pengaturan parkir ruko (lahan parkir tidak mencukupi). Hal tersebut akan lebih parah lagi apabila hotel nantinya telah beroperasi, karena akses sirkulasi kendaraan keluar masuk dari ruko hanya melalui satu pintu.
Lebih. Dari itu, penanggungjawab lapangan tidak dapat menunjukkan dokumen perizinan yang dimiliki.”Data base di BLH kegiatan tersebut belum dilengkapi dengan izin gangguan (HO). Dan ini melangr Perda No 4 Tahun 2010 Tentang izin gangguan.
Berdasar Perwali 74/Tahun 2011 tentang pelaksanaan Perda No 4/Tahun 2010 pasal 14 (ayat 3) menyebutkan bahwa kewenangan untuk melakukan penutupan, penyegelan atau penghentian kegiatan tempat usaha adalah Satpol PP.
“Kami sudah memberikan rekomendasi ke Satpol PP untuk melakukan penertiban atas usaha kegiatan renovasi pembangunan hotel di Jl Kayun tersebut sesuai dengan perundangan,”imbuhnya.
Ketua Komisi C DPRD Surabaya Sachiroel Alim menyatakan BLH sudah memeberikan rekom untuk penertiban, tapi Satpol PP belum melakukan tindakan tegas. “Seharusnya satpol segera bertindak dan menghentikan kegiatan renovasi bangunan tersebut. (anto)