Surabaya (KN) – Ratusan buruh PT Cinderella Villa Indonesia (PT CVI) ngeluruk ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, mereka menolak rencana eksekusi tempat kerjanya yang akan dilakukan juru sita PN Surabaya dalam waktu dekat.Salah satu perwakilan buruh Dion Ardiansyah menegaskan dirinya beserta kawan-kawannya menuntut agar ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya membatalkan esekusi. Pasalnya, apabila eksekusi tersebut tetap dilakukan, maka akan terjadi pengaguran besar-besaran terhadap para buruh PT CVI. “Bayangkan saja, kami para buruh berjumlah sekitar 2800 orang. Dan apabila eksekusi tetap dilakukan, maka bagaimana nasib kami,” ujarnya, Selasa (25/10).
Aksi demo itu sendiri dilakukan sejak pukul 10:00 WIB dengan di ikuti sekitar 200 buruh PT CVI. Para buruh berteriak-teriak mengucapkan tolak eksekusi dan memajang puluhan poster bertuliskan tolak eksekusi. “Jika kami kehilangan pekerjaan kami sebagai pekerja di PT CVI, maka nasib keluarga kami juga akan terlunta-lunta,” kata mereka.
Dion menambahkan, selain itu tujuan dari aksi ini adalah agar dijadikan pertimbangan bagi pihak PN Surabaya untuk tidak akan melaksanakan eksekusi terhadap PT CVI. “ Kami mengaharapkan agar Ketua PN Surabaya, masih memiliki hati nurani dan memikirkan nasib kami sebagai orang kecil,” jelasnya.
Sementara itu, Humas PN Surabaya, Agus Pambudi saat dikonfirmasi menjelaskan, jika dalam waktu dekat ini PN Surabaya tidak memiliki agenda untuk melakukan eksekusi terhadap PT CVI. “Eksekusi jelas ada, tapi tidak untuk dalam waktu dekat ini. Kami juga masih mencarikan jalan keluar yang tepat agar tidak saling merugikan,” jelasnya.
Namun, Agus menilai jika aksi yang dilakukan ratusan buruh itu, hanya dimanfaatkan saja. “Aksi demo yang dilakukan oleh para buruh hanya dijadikan tameng oleh manajemen PT CVI saja,” katanya.
Sebelumnya, eksekusi terhadap PT CVI sempat beberapa kali terpaksa ditunda. Sengketa ini sendiri, berawal saat Suparman membeli tanah sengketa yang pernah disewanya itu dari ahli waris Rahmad Subakti seharga Rp 300 juta.
Setelah menjalani sengketa dan berakhir damai pada tahun 1992. Kentayatanya Suparman tidak bisa menempati, karena di tanah itu sejak 1993 telah berdiri pabrik PT Cinderella, hingga terjadilah sengketa berkepanjangan yang dimenangkan Suparman.
Setelah ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (Inkracht) terhadap keabsahan Petok D nomor 292 dan ditengarai SHGB palsu milik PT CVI ini mungkin oleh pihak Kepolisian dapat ditindaklanjuti tindak pidananya terhadap SHGB tersebut.
Dalam aksinya, massa yang sebagian besar terdiri dari wanita itu terus berorasi dan berteriak menuntut pembatalan eksekusi. Selain berorasi, para buruh juga membawa poster yang bertuliskan, tolak eksekusi PT CVI, eksekusi hukumnya haram, ketua PN tolong manusiakan kami dan lain-lain. (sus)