Surabaya (KN) – Astaghfirlloh, ternyata hanya tiga gelintir saja dari ratusan minimarket di Surabaya yang mengantongi izin toko modern (IUTM) dari departemen perdagangan dan perindustrian, sehingga miliaran rupiah yang seharusnya masuk ke kas Negara melalui berbagai persyaratan perizinan untuk memperoleh IUTM itu kabur. Karena itu, aparat penegak hukum naik Kepolisian atau Kejaksaan dihimbau segera turun tangan meneliti menguapnya pemasukan Negara dari proses perizinan di Pemkot Surabaya untuk mendapatkan IUTM tersebut.
Informasi yang diperoleh Koran ini menyebutkan, hingga sekarang Disperindag Surabaya baru mengeluarkan tiga IUTM dantara ratusan minimarket yang beroperasi di Surabaya. Ketiga minimarket yang mengantongo IUTM tersebut adalah minimarket di Jl Menganti, Lidah Wetan dengan IUPM No 503 / 4081 A / 436.5.9/ VII / 2007, minimarket Jl Kedurus dengan No IUTM, 503 / 4964 /A / 436.5.9/ VII / 2008, dan minimarket di JL Pulo Wonokromo dengan IUTM No 503/3087 A/436.5.9/V2007, selebihnya ratusan minimarket di Surabaya itu belum ada satu pun yang mengantongi IUTM. ‘’Ini perlu diteliti kebenerannya dan dilanjutkan ke proses hukum karena telah merugikan Negara miliaran rupiah dari proses yang harus dilewati sebelim IUTM itu keluar, ‘’ kata warga wiyung saat memprotes keberadaan pendirian sebuah minimart di daerahnya yang dirasa telah meresahkan pedagang kecil setempat.
Sesuai dengan peraturan Presiden No 112 tahun 2007, pendirian toko modern harus sesui dengan detail tata ruang kota (RDTRK), dengan demikian hampir semua minimarket di Surabaya harus melalui mekanisme perubahan peruntukan karena menepati di areal perumahan di perkampungan dan sedikit sekali yang berada di ruko. Selain harus sesuai dengan zonasinya atau jarak kedekatan dengan pasar tradisional minimal 500 meter, padahal hampir di semua pasar tradisoanal di sebelahnya ditempati minimart, sehingga jelas merupakan bentuk biaya tinggi agar bisa lolos mendapatkan izin zonasi (zoning) tersebut, atau yang dikenal di Surabaya sebagai izin tata ruang, baik perubahan peruntukan dan zoning tersebut terdapat retribusi yang cukup mahal, namun akan lebih mahal lagi bila dibandingkan dengan biaya non teknis nya, apalagi zonasinya berdekatan dengan pasar tradisional.
Selain itu dalam pemberian surat keputusan rencana kota (SKRK) dari Dinas Cipta Karya dan tata Ruang (DCKTR) Pemkot Surabaya yang dulunya di kenal dengan izin zoning yang retribusinya, 050 X luas tanah X NJOP tersebut dalam kondisi tidak ada perubahan peruntukan, apakah sudah dipersyaratkan kondisi sosial ekonomi masyarakat disekitarnya, keberadaan pasar tradisional, toko kecil dan toko menengah, ketersedian tempat parkir, kebersihan dan ruang publik, hingga sekarang tidak ada kejelasan karena orientasinya, di DCKTR diduga hanya pendapatan resmi dan tidak resmi saja.
IUTM dikeluarkan oleh walikota atau pejabat yang ditunjuk dengan mengutamakan pelaku usaha di lokasi yang harus dilengkapi dengan studi kelayakan Amdal dan adanya kemitraan dengan usaha kecil. Namun yang terjadi di Surabaya, hampir semua minimarket yang beroperasi bebas di Surabaya tidak ada Amdal dan studi kelayakan, melaikanhanya dengan penafsiran sendiri cukup dengan UKL/UPL yang modelnya copyan dari satu bentuk, dan diduga disiasati dengan hanya dirubah-rubah sedikit kejiannya.
Dalam Permendag No 53 tahun 2008 menyebutkan, pendirian minimarket harus memperhatikan kepadatan penduduk, perkembangan pemukiman baru, arus lalu lintas, dukungan infrastruktur, keberadaan pasar tradisional dan warung toko atau toko kecil dan menengah, perijinannya diberikan kepada pelaku usaha sesuai domisilinya dan bukan waralaba.
Sedang dalam pasal 12 ayat 2 huruf b juga disebutkan, persyaratan IUTM harus dilampiri dengan foto copy izin prinsip dari Walikota, rekom Amdal dari BLH, foto copy izin lokasi dari BPN, foto copy izin HO, foto copy IMB, dan foto copy akte pendirian perusahaan dan pengesahannya, kemitraan dengan usaha kecil dan surat kesanggupan untuk melaksanakan semua perijinan tersebut terdapat retribusinya. Namun hampir semua operasianal minimarket di surabaya, maik itu Indomart, Alfamart, Alfamidi maupun Alfa Expres melakukan bypass operasionalnya yang didyga bekerja sama dengan para oknum Pemkot.
Karena itu, kata warga wiyung yang menyampaikan surat protes ke DPRD Surabaya, Selasa (23/8), lalu terkait keberadaan minimarket diwilayahnya, aparat penegak hukum tidak terlalu sulit menangkapnya dan menghitung kerugian negaranya karena obyeknya jelas.
Warga Surabaya Mulai Terusik Dengan Semakin Menjamurnya Minimarket
Warga melayangkan surat prots ke DPRD karena mulai merasa terusik dengan keberadaan minimarket yang mulai menjamur di kota Surabaya. Kini keberadaan minimarket, yakni Indomart. Alfamart, Alamidi dan Alfa Expres yang bermunculan di setiap pelosok kampung. Bahkan, disetiap gang perkampungan saja berdiri dua atau tiga unit minimarket. Hal ini sudah tentu secara perlahan-lahan keberadaan minimarket tersebut mematikan ekonomi warga para pemilik toko tradisional, atau yang disebut toko kelontong atau warung pracangan.
Warga Lidah Wetan, Wiyung Surabaya nampaknya mulai merasa terganggu dengan keberadaan minimarket Alfamart di lingkungannya. Mereka menilai bahwa pendirian toko moderen Alfamart, tanpa melalui persetujuan warga sekitar, seperti yang telah diatur oleh Perda Pemkot Surabaya.
Ketua Masyarakat Peduli Pedagang Tradisional (MP2T), Syukur Soleh mengatakan, bahwa Alfamart di wilayah Lidah Kulon itu dapat berdiri tanpa melalui persetujuan warga sekitar, padahal menurut Syukur dampak sosial yang ditimbulkan minimarket tersebut cukup besar terutama bagi pengusaha toko tradisional. “Sebagai warga, kami tidak pernah dilibatkan dalam proses pendirian Alfamart,” ujar Syukur, kepada wartawan di DPRD Surabaya, Selasa (23/8).
Menyikapi hal ini, Syukur mengadukan keberadaan Alfamart di lingkungan Lidah Wetan kepada DPRD Surabaya melalui surat resmi yang ditandatangani oleh Ketua RW 01 Kelurahan Lidah Wetan. Surat dengan nomor 015/AE/MP2T/VIII/2011 yang dikirimkan ke DPRD Kota Surabaya tersebut berisi tentang desakan kepada anggota DPRD Kota Surabaya untuk menjalankan komitmen keberpihakan kepada rakyat kecil. Syukur menilai, bahwa keberadaan minimarket di lingkungannya itu secara otomatis telah mematikan toko tradisional di sekitarnya.
“Kita sudah berikan surat resmi kepada DPRD Surabaya, dan diterima oleh sekretariat dewan. intinya kita meminta agar DPRD segera melakukan langkah yang berpihak pada rakyat kecil,” katanya.
Syukur sedikit menyentil masalah perizinan yang semrawut pada minimarket di kota Surabaya. Jika mengacu pada aturan, pendirian ritel atau toko modern disebutkan, bahwa IUTM akan dikeluarkan jika menyertakan skema pemberdayaan masyarakat di sekitar minimarket. “Agar bisa berdiri dan mengantongi IUTM, sebuah ritel harus menyertakan syarat kerjasama yang melibatkan komponen masyarakat sekitar, sebab diakui atau tidak, keberadaan ritel di sebuah wilayah dapat menimbulkan ekses negatif terhadap ekonomi rakyat disekitarnya” tegasnya.
Data MP2T menyebutkan, hingga saat ini di Surabaya hanya ada 3 minimarket yang memiliki Izin Usaha Toko Modern (IUTM) sebagai syarat terakhir pendirian minimarket. Apabila ada minimarket lain yang mengeklaim telah memiliki izin lengkap termasuk IUTM, itu patut dipertanyakan keabsahan IUTM tersebut. (anto)