Surabaya (KN) – Penyelenggaraan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) DPRD Surabaya senilai Rp 2,7 miliar kian menunjukkan kecurangan. Indikasi tersebut mulai mengerucut setelah seorang dari 2 terperiksa, yakni Musyafak Rouf tak mampu mengelak 40 pertanyaan yang diajukan penyidik Unit IV Pidana Korupsi (Pidkor) Satreskrim Polrestabes Surabaya, Selasa (19/7).Dalam lembar pertanyaan 14 halaman tersebut, Musyafak lebih banyak membenarkan adanya dugaan fiktif pada pelaksanaan kegiatan yang menggunakan uang rakyat tersebut. Ia mengakui, jika penyelenggaraan Bimtek tahun 2010 yang diduga melibatkan Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana tersebut tidak adanya kesesuaian antara penyelenggaraan dengan fakta yang ada.
Dengan keterbukaan Musyafak tersebut, dugaan korupsi yang selama ini dituduhkan atas penyelenggaraan program Bimtek DPRD Surabaya semakin jelas. Berdasar hasil pemeriksaan dua pimpinan DPRD Surabaya, Musyafak Rouf dan Achmad Suyanto memastikan jika penyelenggaraan Bimtek ada yang fiktif.
Musyafak yang diperiksa selama hampir 12 jam sejak pukul 09.15 – 20.45 tersebut secara blak-blakan menyatakan, jika penyelenggaraan Bimtek tersebut terdapat sejumlah anggota DPRD Surabaya yang hanya titip absen.
“Penyidik ternyata lebih tahu daripada saya. Kayak, siapa saja yang ikut dan yang tidak ikut. Dan siapa saja yang hanya titip tandatangan ada semua di penyidik. Tentu saja, saya nggak bisa ngelak, karena itu benar semua. Mau bilang apa saya ?” beber Wakil Ketua DPRD Surabaya tersebut.
Ketua DPC PKB Surabaya ini juga optimis jika dirinya dan seluruh anggota Fraksi PKB tidak akan masuk perangkap hukum yang dibentang Polrestabes Surabaya dalam kasus dugaan korupsi Bimtek tersebut. Ia meyakini, dalam pelaksanaan program tersebut tak seorang pun dari anggota FKB yang melakukan kecurangan.
“Anggota FKB memang ada yang ikut dan ada yang tidak ikut. Tapi, tidak ada yang fiktif. Karena, yang tanda tangan ya ikut berangkat dalam kegiatan. Kalau yang tidak tanda tangan, ya tidak ikut berangkat. Makanya, kami sangat optimis lolos tidak terlibat dalam kasus Bimtek dan PKB tetap aman,” tandasnya.
Sebelumnya, keyakinan tidak masuk dalam daftar ‘gerbong’ korupsi Bimtek tersebut yang membuat Musyafak terlihat enjoy saat penyidik menyodorkan sejumlah pertanyaan. Bahkan, pemandangan tersebut tampak saat Musyafak melayani pertanyaan wartawan yang sejak pagi menunggu kedatanganya di halaman tengah Mapolrestabes Surabaya.
“Saya ditanya 40 pertanyaan dengan 14 halaman. Dan seluruhnya saya jawab tuntas dan sesuai dengan fakta apa adanya,” kata Musyafak.
Lebih jauh ia menjelaskan, sodoran pertanyaan yang diajukan penyidik berkaitan dengan masalah proses penganggaran. Ia menyebut, pertanyaan tersebut mulai dari rencana kerja (Renja) hingga penyusunan APBD tahun 2010 dengan perubahannya (Perubahan Anggaran Keuangan/PAK).
“Saya juga ditanya tentang pelaksaan Bimtek di Hotel Lumere Jakarta, pada 15 Oktober -17 Oktober 2010 lalu,” tuturnya.
Berdasar pemeriksaan tersebut, Musyafak meyakini, dirinya tidak akan dipanggil lagi sebagai saksi dalam kasus Bimtek. Pasalnya, ia telah menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) usai memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi. “Kayaknya, pemeriksaan saya sudah selesai dan BAP-nya sudah saya tandatangani,” katanya.
Terpisah, Achmad Suyanto yang menjadi terperiksa bersamaan dengan Musyafak Rouf lebih memilih diam saat ditanya materi pemeriksaan. Ia beralasan, hal tersebut sudah menjadi kewenangan penyidik untuk memberikan pernyataan ke publik.
Sekedar diketahui, pemeriksaan dua anggota DPRD Surabaya, Musyafak Rouf dan Achmad Suyanto adalah kali pertama setelah kasus dugaan korupsi Bimtek mencuat sekitar April lalu. Sebelumnya, penyidik telah memeriksa penyelenggara Bimtek dan staf di Sekretariat dan Sekwan DPRD Surabaya.
Sekedar mengingatkan, dua kegiatan yang kini menjadi bidikan polisi adalah workshop Manajemen Arus Kas Daerah yang dilaksanakan kegiatannya pada 15 – 17 Oktober 2010 di hotel Lumire, Jl Senen Raya 135 Jakarta. Disebutkan, dalam pelaksanaan terdapat nama-nama yang mengikuti kegiatan antara lain Wishnu Wardhana (WW), Agus Santoso, M. Machmud dan Baktiono. Kegiatan lain yang tidak ada kesesuaian dalam pertanggungjawaban adalah pelaksanaan workshop Teknik Publik Speaking di Bandung pada tanggal 23 – 25 Oktober 2010 lalu.
Dalam program tersebut, terdapat 10 kegiatan yang diduga fiktif. Kegiatan itu tersebar di beberapa kota, di antaranya Surabaya, Jakarta, Bandung dan Bali. Alokasi dana untuk Bimtek, kunker dan konsultasi dewan berkisar antara Rp 65 miliar hingga Rp 74 miliar pertahun.
Sedangkan, untuk biaya Bimtek sendiri sudah dianggarkan setiap bulannya. Selama 2010 lalu, Bimtek yang dilakukan melebihi kuota hingga 18 kali dan dilakukan hampir semua anggota fraksi, kecuali Fraksi PKB dan PKS. (red)