Surabaya (KN) – Upaya Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya guna menaikan retribusi Taxi nampaknya tak akan berjalan mulus. Pasalnya, dalam pembahasan di Panitia khusus (Pansus) yang menghadirkan Kelompok Kerja Usaha Taxi Surabaya (KKU), Rabu(28/12) Siang, para supir Taxi tersebut, tetap ngotot menolak besaran biaya retribusi yang diajukan oleh Pemkot.Selain kondisi kendaran taxi yang tidak seluruhnya dalam kondisi baik, ditengarai penolakan kenaikan retribusi yang dilakukan Kelompok Kerja Usaha Taxi Surabaya tersebut juga dipengarui dengan banyaknya Taxi “bodong” yang beroperasi. Hal itu seperti yang disampaikan Wakil Ketua KKU Surabaya, Hendro Hadi Marsono. “saya kira kenaikan tersebut sangat memberatkan para supir Taxi. Sebab, rit (penumpang) di tiap tiap kendaran itu berbeda,”katanya.
Menurutnya, para supir Taxi tidak mempermasalahkan wacana kenaikan biaya retribusi yang diajukan Pemkot ke DPRD Surabaya. Namun dirinya berharap agar kenaikan tersebut tidak membebani para supir taxi.“kami sangat Wellcome dengan kenaikan yang diajukan Pemkot, tapi ya yang profesional,”ujarnya.
Hendro menyatakan, dengan kenaikan yang mencapai 60 persen lebih itu tentu sangat membebani para supir Taxi. Oleh karena itu, dirinya berharap agar Komisi B bisa menjadi fasilitator dengan Walikota agar kenaikan restribusu tersebut tak terlampau besar. “Para supir Taxi akan menyetujui jika kenaikannya maksimal sampai 50 persen,”kata Hendro.
“ Harusnya anggota dewan tahu kondisi di lapangan sebelum mereka membuat peraturan daerah, kami tahu kenaikan biaya retribusi juga salah satunya guna peningkatan kemajuan masyarakat Surabaya, tapi tolong jika bisa diturunkan,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Surabaya Agustin Poliana menyatakan, dirinya sangat memahami dengan penolakan yang ditunjukan para supir Taxi. Namun, dirinya meminta agar para supir taxi mengerti jika tariff retribusi yang selama ini dibayar tidak mencukupi untuk biaya operasional. “kenaikan ini saya kira cukup wajar, sebab pembayaranya juga hanya lima tahun sekali,” katanya.
Lebih jauh, Agustin menjelaskan, jika sebenarnya kenaikan restribusi yang diajukan oleh Pemkot tidaklah terlalu signifikan. Selain hanya dilakukan limah tahun sekali, dari tahun ke tahun biayanya juga tidak pernah mengalami kenaikan. “Selama lima tahun tidak pernah mengalami kenaikan sama sekali, jika mereka (para operator) mampu bayar Rp 15-20 juta di mal, kenapa sekarang keberatan menjadi tanda tanya,” katanya penuh tanda tanya.
Sementara itu, akibat belum tercapainya kesepakatan antara anggota dewan dengan perwakilan dari pengusaha taxi, Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mochamad Machmud menyatakan dirinya belum bisa memberikan kepastian hukum. “kami belum bisa memberikan kepastian hukum, namun, dewan akan
memperjuangakan aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Lebih jauh Machmud menyatakan, dengan diundangya pihak KKU merupakan bukti konkrit jika dewan selalu melibatkan masyarakat kecil di setiap mengambil keputusan. “Komisi B selalu menampung aspirasi dari masyarakat, oleh karena itu masyarakat selalu kami
libatkan,”pungkasnya. (anto)
Foto ” Ketua Komisi B DPRD Surabaya