Jakarta (KN) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyentil pengakuan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin yang mengungkapkan bahwa pemberian uang Sin$120 ribu kepada Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi, Janedjri M Gaffar, diketahui partainya.
Dari Singapura, lewat pengacaranya, OC Kaligis, Nazaruddin meminta petinggi Partai Demokrat menjelaskan tujuan pemberian uang tersebut.
Mahfud mengaku baru mendengar kabar tersebut dari orang lain dan belum membacanya langsung. Namun, ia mengaku kaget dengan berita tersebut.
“Dulu mengaku nggak kenal, lalu kenal sebentar. Kemudian mengaku kenal akrab, tapi nggak pernah memberi uang. Nah, hari ini sudah mengaku disuruh oleh partai,” ujar Mahfud MD di sela-sela pembukaan acara Jelang Ulang Tahun MK yang ke-8 di Gedung MK, Jakarta, Senin ( 27/6).
Dia menuturkan, sepanjang sejarah Mahkamah Konstitusi, hanya ada dua kasus di mana MK harus melakukan pengawasan ke dalam, sehingga vonis-vonis MK itu dijamin sampai hari ini bersih.
“Misalnya, kasus yang melibatkan Pak Dirwan Mahmud (mantan calon Gubernur Bengkulu Selatan), itu pun terbongkar. Karena dia tidak berhasil mempengaruhi putusan lalu ngomong. Yang terakhir, karena tidak bisa mengubah putusannya, maka muncul surat palsunya, lalu kami selidiki,” tutur Mahfud.
Selain itu, Mahfud menambahkan, ada dua kasus lain yang berasal dari orang luar MK. “Ada yang mengaku melihat pemberian uang kemudian menulis di media massa. Setelah kami fasilitasi untuk membongkar tapi tidak terbukti juga. Yang kedua adalah kasus Nazaruddin, itu kan orang luar yang mau mengganggu MK, ya kami laporkan,” ujarnya.
Dia menuturkan, sejarah itu penting. Pertama, untuk mengingatkan tentang jati diri kenapa kita bisa ada. Kedua, belajar dari pengalaman bahwa setiap ketidakbenaran akan berakibat bagi yang melakukannya. Ketiga, sekali kita berbohong akan membuat kebohongan-kebohongan baru. “Mulai dari mengaku nggak kenal, lalu bilang hanya kenal sekali itu saja, lalu bohong-bohong,” kata Mahfud.
Mahfud menegaskan, tidak akan segan mengambil tindakan tegas bagi siapa pun yang berupaya merusak sistem peradilan di MK.
“Karena menganggu peradilan di MK, berarti menggangu konstitusi. Mengganggu konstitusi berarti mengganggu demokrasi. Mengganggu demokrasi pada ujungnya akan melanggar hak-hak perseorangan rakyat baik secara kolektif maupun perseorangan,” tuturnya.
Bagi MK, kata dia, tidak ada harga yang sebanding jika kepercayaan masyarakat yang telah terbangun selama ini, lalu harus digadaikan dengan negosiasi-negosiasi di dalam pengambilan putusan. Apalagi sampai ada isu suap menyuap.
Mahfud menambahkan, tindakan MK adalah menelusuri secara internal maupun eksternal sesegera mungkin. “Oleh sebab itu, kalau ada isu suap menyuap itu muncul, selalu kami buka selebar-lebarnya kepada pers atau siapa pun untuk turut mengungkap dan mendorong agar itu dipersoalkan oleh publik sampai akhirnya dibawa ke pengadilan,” ungkapnya. (udi)
previous post