Surabaya (KN) – Sementara itu,surat somasi resmi dilayangkan kepada Ketua DPRD Surabaya. Surat somasi dengan kop surat Advokat Abdul Salam & Associates bernomor 052/ABS-ADV/somasi/ 2011 tersebut dikirimkan melalui Sekretariat Dewan (Sekwan) DPRD Surabaya.
Salah satu tim kuasa hukum 22 anggota DPRD Sarabaya, Muhammad Fadil menyatakan, pihaknya telah diberi kuasa oleh 22 anggota dewan untuk melayangkan surat somasi. Pemberian kuasa tersebut tertuang dalam surat kuasa yang ditandatangani 4 orang yang mewakili 22 anggota DPRD tersebut. Yakni, Sekretaris FPD DPRD Surabaya, Junaedi; Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Surabaya, Blegur Prijanggono; anggota FPG DPRD Surabaya, Erick Reginal Tahalele dan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB), Moch Naim Ridwan. ” intinya ada kebijakan yang dilakukan Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardana dengan mekanisme tidak jelas,” terangnya.
Fadil juga menyebutkan telah terjadi perbedaan prinsipal dalam surat menyurat dari Komisi dan Ketua DPRD Surabaya. Perbedaan prinsipal yang dimaksud adalah adanya perubahan nama yang mengikuti kegiatan kunker. Hal ini yang kemudian mencerminkan tidak adanya koordinasi yang baik.
“Untuk memperjelas adanya pengkebirian hak anggota dewan. Pada 12 Juli, ketua telah mengeluarkan surat menerangkan anggota yang berangkat ke Denpasar ada 13 orang, kemudian diubah jadi 11 orang. Tentu ini tidak bisa dilakukan seenaknya sendiri, harus dikoordinasikan dengan baik. Tidak sewenang-wenang seperti itu,” tegas Fadil.
Dengan adanya surat somasi ini diharapkan, Ketua DPRD Surabaya bisa kembali melakukan koordinasi yang baik dengan anggota lainnya. Karena dalam tata tertib DPRD sudah jelas disebutkan, ada rapat dan musyawarah yang dilakukan, dan tidak bisa dijalankan sendiri-sendiri. Namun bila somasi tak juga direspon dalam tiga hari ke depan, tidak menutup kemungkinan tim kuasa hukum 22 anggota dewan bakal menempuh jalur hukum.
Kebijakan Ketua DPRD Surabaya, Wisnu Wardhana yang mewajibkan anggota dewan menandatangani surat pernyataan dalam mengikuti kegiatan kunjungan kerja maupun Bimtek itu, menuai reaksi dari DPP Partai Demokrat (PD).
Sekretaris DPC PD Kota Surabaya, Junaedi mengatakan, DPP Partai Demokrat terus memantau perkembangan isu di DPRD Surabaya, termasuk isu adanya tekanan yang merugikan anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD Surabaya pada khususnya, dan anggota dewan dari fraksi lain pada umumnya.
Tekanan yang dimaksud itu tak lain adalah adanya perintah penandatanganan surat pernyataan sebelum melakukan kegiatan seperti kunjungan kerja (kunker), bimbingan teknis (bimtek) dan sebagainya. ” DPP mengintruksikan pada anngoota FPD untuk mencabut surat pernyataan tersebut bagi anngota yang telah menandatangagi. Ini hanya instruksi secara lisan,” kata Junaedi kepada wartawan di gedung DPRD Surabaya, Juma’at (15/7).
Menindak lanjuti adanya instruksi dari DPP PD itu, Feraksi Partai Demokrat DPRD Surabaya segera menggelar rapat fraksi. Sekaligus untuk membahas tindak lanjut dari angota FPD sendiri yang sudah terlanjur menandatangi surat pernyataan seperti permintaan Wishnu Wardana yang juga merupakan kader PD. Dari 16 anggota FPD DPRD Surabaya hanya tiga orang yang tidak melakukan penandatangan. Yakni, Rusli Yusuf, Juanedi dan Mochammad Machmud.
Bagaimana dengan sikap PD terhadap kadernya yang sudah melakukan penandatanganan? Junaedi menyatakan, mengenai sikapnya yang tak mau menandatangani surat pernyataan sudah disampaikan ke partai melalui Plt Ketua DPC PD Kota Surabaya, Gondo Radityo Gambiro. Pada intinya, semuanya tergantung dari sikap masing-masing kader. “Himbauan dari PD surat pernyataan dicabut. Ada yang mbalelo (membangkang), akan kita laporkan. Tapi nanti akan dirapatkan di fraksi dulu,” tegasnya.
Junaedi menegaskan, tanpa adanya penandatanganan surat pernyataan sekalipun, setiap aggota dewan wajib mempertanggung jawabkan atas semua tindakan yang dilakukan. Sebab saat pertama kali menjabat sebagai wakil rakyat, masing-masing anggota DPRD telah disumpah. “Tapi tidak bisa dibubuhi tanda tangan, itu pemaksaan,” cetus politisi yang juga menjabat sebagai Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya ini. (anto)
Foto : Erick Reginal tahalele didampingi Tim Kuasa Hukumnya