Surabaya (KN) – Komisi V DPR RI yang membidangi pembangunan, Senin (30/5), meminta masukan Pemerintah Provinsi Jatim terkait refisi Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Revisi UU tersebut merupakan inisiatif DPR sebagai upaya mempercepat upaya pembangunan dan perbaikan jalan.
Ketua Tim Rombongan yang juga anggota Fraksi Partai Demokrat, Ir Mulyadi, di Ruang Kertanegara, Kantor Gubernur Jatim Jl Pahlawan, Surabaya Senin (30/5) mengatakan, persoalan yang menghambat pembangunan jalan, seperti pembagian kewenangan pemeliharaan dan pembangunan jalan, pembiayaan dan perencanaan jalan yang sering tidak memperhatikan amdal dan belum terkoneksi dalam satu sistem transportasi nasional akan menjadi perhatian dalam refisi undang-undang tersebut.
Dalam UU tersebut yang mengelompokan jalan menurut statusnya menjadi jalan Nasional, jalan Provinsi, jalan Kabupaten, jalan Kota dan jalan Desa justru menimbulkan banyak masalah dalam pelaksanaannya.
Ali Wongso, anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar mengatakan, agar tidak terjadi tumpang tindih serta limpah kewenangan antar Kementerian maupun Dinas soal siapa yang bertanggung jawab tentang pembangunan jalan. Ia mengusulkan, sebaiknya instansi yang memiliki kewenangan soal jalan lebih baik dijadikan satu lembaga.
Penyatuan tersebut adalah demi efektivitas kerja dan kemudahan koordinasi.
“Salah satu contohnya, Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan dan Dirjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dijadikan satu,” katanya.
dalam pertemuan itu Sekdaprov Jatim Dr Rasiyo mengatakan, tentang kondisi jalan, masyarakat sebenarnya tidak memahami siapa yang memiliki kewenangan dan yang bertanggung jawab soal pengelola jalan. Yang diinginkan masyarakat adalah bagaimana kondisi jalan bisa dirasakan nyaman, baik dan memperlancar transportasi mereka.
Secara umum, di Jatim kerusakan jalan 40% berasal dari air. Agar penanganan perbaikan dan pemeliharaan kerusakan jalan bisa segera dilakukan, pemerintah harus melakukan perbaikan secara cepat. Meski sebelumnya ruas yang rusak karena air telah dianggarkan perbaikannya.
Sejumlah permasalahan jalan yang kini sering ditemui, yakni belum adanya pembatasan akses koneksi ke jalan arteri, sehingga kelancaran lalulintas pada jalan arteri, keterbatasan anggaran pemerintah daerah dan Pemerintah Provinsi untuk membiayai pemeliharaan jalan sesuai kewenangannya, belum adanya pemisahan jalur jalan antara kendaraan roda dua dengan roda empat atau lebih
Masalah lain, yakni masih banyak jalan yang mempunyai perlintasan sebidang dengan jalan kereta api yang dikurangi dengan pembangunan fly over dan underpass, serta pembangunan jalan baru untuk menghindari perlintasan sebidang dengan rel KA.
Tentang pembebasan lahan untuk pembangunan jalan baru, dalam jangka pendek perlu diusulkan pembangunan jalan arteri primer, untu biaya pembebasan tanahnya dibebankan ke APBN karena anggaran daerah terbatas. Proses pengadaan tanah juga agar dilakukan oleh tim empat yang terdiri dari BPN, pemimpin proyek pembebasan tanah, notaris dan LSM pendamping langsung dengan pemilik tanah, karena selama ini apabila dilakukan oleh tim 9 yang terdiri dari pejabat daerah prosesnya tidak efisien dan lamban.
Dalam jangka panjang perlu dipikirkan untuk menerbitkan Peraturan Perundang-undangan Pertanahan sebagai pelaksanaan atau tindak lanjut dari UU No. 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, contoh pasal 50, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Milik diatur dalam Undang-Undang, yang sampai saat ini belum ada Undang-undangnya.
Kepala Dinas perhubungan dan LLAJ Jatim, Wahid Wahyudi mengatakan, akibat kondisi jalan yang rusak dan belum tertibnya pengguna jalan, sepanjang tahun 2010 terdapat 3.710 orangmeninggal dunia. Jika dihitung rata-rata, maka setiap harinya terdapat 10-11 orang yang meninggal di jalan. (yok)
Foto : Jalan nasional