Surabaya (KN) – Komisi D DPRD Surabaya meminta Walikota Surabaya Tri Rismaharini untuk memberikan perhatian yang besar dan lebih untuk pada warga terdampak penutupan lokalisasi Dolly. Hal ini disampaikan oleh anggota Komisi D Reni Astuti, Jumat (12/12/2014) yang membahas pasca 8 bulan penutupan Dolly. “Kita minta Walikota untuk memberikan atensi ke warga terdampak penutupan Dolly. Kita beri waktu kepada Pemkot untuk melakukan kordinasi dengan warga. Selanjutnya kita akan awasi bersama upaya yang dilakukan oleh Pemkot. Utamanya terkait pertumbuhan ekonomi warga terdampak,” ujar Reni.
Menurut politisi asal PKS ini, sebenarnya yang ditunggu oleh warga terdampak adalah keingintahuan tentang nasibnya ke depan. “Sebenarnya warga ini ingin tahu, mau jadi seperti apa mereka nanti. Selama ini mereka hanya bisa menunggu. Saya kira kawasan Dolly ini adalah kawasan yang khusus. Sehingga penanganan dan besaran dana yang dikucurkan juga harus berbeda,” terang Reni.
Diakui Reni, sebelum penutupan Dolly, pihaknya sudah menyarankan kepada Bappeko mau dijadikan seperti apa wajah Dolly nantinya. “Yang terjadi sekarang ini saya lihat skema itu belum kelihatan. Kalau saya lihat, Pemkot hanya melakukan langkah-langkah secara normatif saja. Belum sampai menyentuh kepada inti permasalahan warga yakni persoalan ekonomi,” tandanya.
Warga terdampak meliputi 5 RW, yakni RW 3,6,10,11 dan 12. Pihak Pemkot melalui Dinas Sosial mengklaim telah melakukan berbagai upaya untuk menumbuhkan kembali perekonomian warga. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan memberikan pelatihan kepada warga terdampak agar bisa kembali memiliki usaha.
“Saya harus cek kondisi ini kepada Pak Pomo (Kadinsos,red). Sesungguhnya apa yang telah dilakukan pasca 8 bulan penutupan. Saya sepakat dengan upaya pemkot untuk pertumbuhan sektor ekonomi. Kita sangat menginginkan penyelesaiannya bisa bermanfaat bagi warga,” kata Reni Astuti.
Sedangkan Ketua Komisi D, Agustin Poliana mengkritisi langkap dan upaya Pemkot yang terkesan tidak terkonsep dan lambat dalam menghidupkan perekonomian warga.
“Selama ini warga hanya mendapatkan pelatihan. Lha kapan mereka bisa mencari uang. Yang dibutuhkan khan usaha agar bisa dapat uang. Pinjaman juga tidak diberikan oleh Pemkot agar warga bisa buka usaha,” kritik Agustin.
Menurut politisi yang akrab dipanggil Titin ini, realisasi program Pemkot jauh dari harapan warga. “Sedangkan ini sudah 8 bulan, mereka butuh makan, kalau hanya pelatihan percuma. Yang terdampak adalah 5 RW. Bagaimana mengatasi dampaknya. Sehari-harinya mereka mengais rejeki dan mereka berharap dari upaya pemkot. Tidak ada ijin usaha serta bantuan modal,” kata Titin.
Pihaknya juga menyoroti tidak adanya pinjaman yang dikucurkan untuk warga. Kenapa Bank UMKM tidak memberikan pinjaman lunak ke warga terdampak. Mestinya ada niatan dari Pemkot? “Kenapa Pemkot belum maksimal bantu warga terdampak,” tanya Titin.
Diungkapkan politisi asal PDIP ini, anggaran untuk kawasan Dolly lebih banyak untuk infrastruktur, justru bukan untuk penataan perekonomian. “Dampak sosial penutupan belum tergarap secara maksimal oleh Pemkot. Utamanya permasalahan ekonomi warga. Saya sebenarnya mau nelp pak Agus Sonhaji, Bappeko,” tegas Titin. (anto)
Foto : Ilustrasi lokalisasi Dolly