Surabaya (KN) – Komisi D DPRD Surabaya melakukan evaluasi terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Surabaya ang dilai sangat buruk.Kebijakan PPDB tahun 2012 ini mengundang protes para walimurid karena penerapannya tak disertai sosialisasi yang cukup. Akibatnya walimurid tak bisa berbuat banyak karena anaknya ditolak masuk sekolah negeri hanya karena ber KTP dan KK luar kota.
Pasalnya, Kepala Dispendik Surabaya M Ihsan, memberikan kebijakan untuk membatasai kuota hanya 1 persen bagi calon siswa dari luar kota. Kebijakan ini berlaku meski orang tua calon siswa sudah puluhan tahun bekerja di Surabaya.
Evaluasi dilakukan Komisi D DPRD Surabaya bersama Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) se- Surabaya dan Dinas Pendidikan Surabaya (Dindik) dalam hearing, Rabu (18/7) siang. Sayangnya, Kadindik Surabaya M Ikhsan lagi-lagi tak hadir. Ini membuat Komisi D Surabaya geram.
“PPDB tahun ini ramai di Surabaya, khususnya SD. Semua ada nilai positif dan negatifnya. Model kuota 1 persen untuk siswa luar kota ini cukup meresahkan,” ujar Ketua MKKS swasta Surabaya Kurnia Saptaningsih.
Ia menilai PPDB untuk sekolahan negeri dinilai terlalu lama. Harusnya pelaksanaannya sama dengan Kabupaten Sidoarjo dan Gresik, sehingga calon peserta didik yang gagal diterima di sekolah negeri di dua Kabupaten tetangga itu tak bisa sekolah di Surabaya.
Lantaran PPDB lama, membuat sekolahan negeri di Surabaya akhirnya bisa menerima siswa luar kota seiring masih tersisanya bangku kosong. Padahal sebelumnya kuota 1 persen untuk pelajar luar kota diberlakukan.
“Dindik tidak konsisten (mencla-mencle). Yang tidak diterima di Sidoarjo, Gresik lari ke Surabaya. Karena masih ada kursi kosong, yang semula tidak diterima dipanggil lagi,” bebernya.
Lamanya proses PPDB, ditambah pemanggilan kembali peserta yang semula dinyatakan tak diterima membuat sekolah swasta, mulai SD sampai SMA kebingungan mendapat murid baru. ”Harapan kami, PPDB sekolah negeri lebih cepat lebih baik supaya swasta mendapat murid,” sarannya.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya Baktiono mengingatkan, peraturan Walikota (Perwali) soal PPDB sama sekali tak mengatur sekolah negeri harus lebih awal ketimbang swasta. Bahkan, Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Nomor 422/6255/436.6.4/2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik TK/SD/SMP/SMA/SMK Negeri Kota Surabaya Tahun Pelajaran 2012/2013 juga tidak mengatur.
“Jadi tidak ada aturan yang mengatur itu. Apa yang dilakukan Dindik Surabaya itu berlebihan. Biarkan sekolah swasta membuka PPDP lebih awal, biar bisa mengatur dan hidup sendiri, kalau perlu diatur khusus. Sebab sekolah negeri itu punya segmen tersendiri,” tandasnya.
Baktiono sendiri geram dengan ketidakhadiran Kadindik Surabaya M Iksan. “Sebenarnya jika Pak Iksan datang kita akan tahu tentang latar belakang kebijakan tersebut. Sudah tidak hadir, tidak ada yang mewakili lagi.” ujarnya dengan nada gregetan.
Anggota Komisi D lainnya, Masduki Toha tak bisa menyembunyikan kejengkelannya. Sebelumnya Komisi D sudah menyarankan agar kebijakan itu disosialisasikan dulu, dan jangan diterapkan tahun ini. Tapi tak digubris oleh Dindik Surabaya.
“Terus terang, kita sering ketemu dan diskusi dengan Dindik, tapi begitu memutuskan kebijakan, apa yang kita sarankan tidak dipakai. Saya tidak mengerti, dewan ini dianggap apa,” tegas masduki Toha. (anto)