Surabaya (MediaKoranNusantara.com) – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengembangan Pondok Pesantren (Ponpes) di Jawa Timur memasuki babak final. Sebelum disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda), Raperda ini akan diusulkan untuk fasilitasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Pernyataan ini disampaikan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pengembangan Pesantren DPRD Jatim, Hartoyo seusai memimpin Rapat Paripurna Penetapan Raperda Pesantren di Gedung DPRD Jatim, Senin (24/1/2022). “Sejauh ini sudah final. Dan ini tahapan-tahapan penyelarasan, nanti hasilnya akan dilaporkan ke Kemendagri,” kata Hartoyo.
Dalam Raperda tersebut, tercantum sejumlah pasal yang menjadi payung hukum pengembangan pondok pesantren di Jatim. Satu di antaranya adalah kewajiban bagi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, baik di lingkup pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota untuk memfasilitasi pengembangan pondok pesantren.
“Penekanannya agar OPD-OPD itu memberikan fasilitas terhadap pesantren-pesantren yang ada di Jawa Timur. Jadi memfasilitasi, salah satunya melalui OPD-OPD terkait,” ujar Hartoyo.
Dia mencontohkan, misalnya ketika pondok pesantren ingin membangun sanitasi, maka Dinas Cipta Karya ataupun Dinas Lingkungan Hidup, dapat memfasilitasi terhadap lembaga keagamaan tersebut. Termasuk pula ketika pondok pesantren membutuhkan pelayanan kesehatan, maka instansi terkait juga wajib memfasilitasinya.
“Jadi semua dilibatkan. Sehingga pesantren tidak ada kesan bahwa pesantren kumuh. Makanya semua OPD dilibatkan supaya menganggarkan untuk pesantren,” tegas anggota DPRD jatim dari Fraksi Partai Demokrat ini.
Sementara di Jatim sendiri, Hartoyo menyebut, terdapat ribuan pondok pesantren, baik yang berada di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah maupun Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Namun, dari jumlah yang ada, hanya sekitar 50 persen yang sudah terdaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jatim.
“Salah satu contoh di Jawa Timur untuk (pondok pesantren) NU itu ada 12.000, belum Muhammadiyah dan LDII. Namun (Pondok pesantren NU) yang terdaftar (Kemenag) sekitar 6.651,” jelas Politisi Partai Demokrat tersebut.
Oleh sebab itu, Hartoyo menyatakan, bahwa Pansus membuat Raperda Pengembangan Pesantren tak hanya bertujuan untuk memfasilitasi yang sudah terdaftar. Namun, pondok pesantren yang belum terdaftar pun bisa mendapatkan fasilitas yang sama.
“Makanya di dalam Raperda ada yang namanya Sistem Informasi Pesantren Daerah. Supaya apa? Tidak hanya di tempat (OPD) itu-itu saja, tapi di OPD (lain) bisa difasilitasi,” katanya.
Pihaknya memastikan, bahwa Raperda ini memberikan kepastian hukum bagi pondok pesantren di Jawa Timur. Termasuk di dalamnya memberikan rasa keadilan yang sama untuk mendapatkan bantuan fasilitas dari pemerintah.
“Karena dalam Undang-undang (UU) 18 Tahun 2019 tentang Pesantren itu syaratnya agak berat. Satu, tanahnya harus diwakafkan, ada kyainya, ada masjidnya, ada kitab kuningnya. Nah, selama tidak memenuhi syarat itu, ya tidak dibantu,” papar dia.
Meski begitu, Hartoyo juga menginginkan agar pondok pesantren yang belum terdaftar di Kanwil Kemenag Jatim, bisa dilakukan pendataan. Oleh karenanya, dia berharap, perwakilan Kemenag Jatim dapat memberikan pendampingan kepada pondok pesantren terutama yang berada di daerah-daerah.
“Artinya agar ada perwakilan supaya bisa ada pendampingan. Terutama pondok-pondok yang ada di daerah terpencil. Makanya saya juga mendorong Kemenag untuk turun ke bawah melalui kecamatan-kecamatan,” tandas Hartoyo. (KN01)