Surabaya (KN) – Para Guru Tidak Tetap (GTT) cemas dengan kebijakan Pemerintah Kota Surabaya yang menempatkan sekitar 700 guru SMP ke Sekolah Dasar.Menurut Koordinator Honorer Indonesia, Eko Mardiyono, Jumat (13/1), kebijakan tersebut sama halnya membunuh karier mereka. Masuknya guru SMP ke SD mengakibatkan jam mengajar sekitar 1000 guru Tidak tetap berkurang. Dampaknya, kesejahteraan mereka para guru GTT juga menurun karena penghasilan yang mereka terima tergantung pada jam mengajar.
Eko menilai , kebijakan mutasi guru SMP ke SD merupakan proyek percontohan yang justru merugikan GTT. “Mereka masuk sama dengan membunuh secara perlahan. GTT cemas dengan kebijakan tersebut. Ini hanya di Surabaya, di daerah lain tidak ada kebijakan seperti ini. Mungkin Surabaya dijadikan proyek percontohan memberi laporan yang menyenangkan ke Pemerintah pusat, tapi justru masyarakatnya yang dikorbankan. “ ujarnya.
Eko Mardiyono mengancam, dan pihaknya akan mengadukan kebiajakan Walikota Surabaya tersebut ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta. Pasalnya, sesuai permendiknas no 39 tahun 2009 tentang sertifikasi guru, para guru SMP tersebut bisa dialihkan menjadi guru tutor atau guru pamong di sekolah-sekolah terbuka.
Paguyuban Honorer Indonesia mengancam akan turun ke jalan, jika Pemerintah Kota mengeluarkan GTT dari sekolah tempat mereka mengajar. “Kami akan menentang keras jika GTT dikeluarkan dari sekolah-sekolah SD. Kami akan turun ke jalan” tegas Eko
Ia menambahkan, jika selama ini guru SD dinilai jumlahnya kurang, kenapa tidak mengangkat GTT. ” Jika selama ini jumlah guru yang mengajar di Sekolah Dasar jumlahnya kurang, kenapa tidak mengangkat GTT yang ada saja” tuturnya.
Di sisi lain Eko Mardiyono mengungkapkan, sebenarnya ratusan guru SMP merasa keberatan dipindah ke Sekolah Dasar. Alasannya, selain harus mengikuti pelatihan selama setahun di Unesa, mereka juga mengaku gengsi status mereka harus turun dari mengajar SMP ke SD. Sebelumnya, kebijakan Pemerintah Kota Surabaya menempatkan ratusan guru SMP ke SD, yang dilatarbelakangi jumlah guru di jenjang SMP overload.
Banyak guru sertifikasi yang tidak mengajar secara linier dalam menggenapi jam mengajar 24 jam. Dengan kondisi ini, Pemkot Surabaya bekerjasama dengan Unesa menyelenggarakan program Kependidikan dengan Kewenangan Tambahan KKT. Para guru yang menggenapi jam mengajar itu harus didrop ke SD negeri. Mereka harus mengajar fokus 24 jam di SD, Tapi sebelumnya harus lebih dulu kuliah PGSD di Unesa selama satu tahun. (nug)