KORAN NUSANTARA
indeks Lapsus Surabaya

HERRY SINURAT, PNS Surabaya Yang Berhasil Raih Gelar Doktor Dengan Diversifikasi Ilmu Hukum dan Konstruksi

                                    DR HERRY SINURAT, ST, MMT, SH, MH

Surabaya (KN) – Ada yang membanggakan dari karier PNS di lingkungan Pemkot Surabaya. Seorang pejabat Kepala Seksi Pembangunan dan Jembatan, Dinas PU Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya, Herry Sinurat, telah berhasil memertahankan disertasi gelar doktornya di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, Sabtu (12/2).Pria kelahiran Pematang Siantar, Sumatera Utara pada 48 tahun lalu ini, telah memertahankan disertasinya dengan judul ”Prinsip-Prinsip Hukum Public Private Partnership dalam Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol ( PPJT ) di Indonesia”. Menurut Sinurat, sapaan akrabnya di lingkungan Pemkot Surabaya, disertasinya ini bisa jadi satu-satunya disertasi terkait hukum konstruksi.
Menurut dia, infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses tercapainya tujuan pembangunan nasional. Untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur dibutuhkan sumber daya dan sumber dana yang sangat besar, oleh karena itu diperlukan perhatian dan komitmen yang sungguh-sungguh dari pemerintah.

Pembangunan infrastruktur, selain mampu menciptakan  multiplier effects dalam menumbuhkan perekonomian Indonesia, infrastruktur juga menjadi persyaratan utama bagi masuknya investasi asing di Indonesia, karena infrastruktur merupakan sarana prasarana yang dibutuhkan untuk investasi.
Namun kendala yang sering dihadapi hingga membuat pembangunan infrastruktur itu tertunda adalah kemampuan pemerintah dalam memenuhi ketersediaan dana yang sangat terbatas.

Karena rendahnya realisasi pembangunan infrastruktur jalan tol, tentu perlu melibatkan partisipasi pihak swasta, baik swasta asing maupun swasta nasional, dengan prinsip Public Private Partnership (PPP) atau kerjasama pemerintah dan swasta. Keterlibatan pihak swasta dalam rangka pembangunan infrastruktur, khususnya dalam pembangunan jalan tol, harus memeroleh kejelasan bentuk dan status hukum dari pemerintah. Tak bisa dipungkiri, pihak swasta yang terlibat dalam pembangunan infrstruktur tentu telah mengeluarkan dana yang sangat besar, yang tentunya juga menginginkan profit atau keuntungan tertentu.

“Dengan Skema Public Private Partnership (PPP) inilah, merupakan perjanjian yang memiliki karakter khusus, karakteristik khusus dari investasi pengusahaan jalan tol. Ini karena sifat investasinya yang jangka panjang,” papar pejabat yang pernah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Seksi Perencanaan Jalan dan Jembatan, DPUBMP pada 2008, karena Sinurat (sapaan akrab Herry Sinurat) yang saat itu menjabat sebagai Pimpro Pembangunan Pasar Turi dengan tegas melawan ketidak ketidakbenaran dan menolak menandatangani pencairan pmbayaran pembangunan Pasar Turi TPS yang dinilainya tak sesuai spesifikasi teknik.

Pria yang sejak 1991-1993 pernah bertugas di Dinas PU Kabupaten Viqueque (dulu Provinsi Timor Timur, kini jadi Negara Timor Leste), menegaskan, landasan hukum dari skema PPP adalah Perpres 56/2011 tentang Perubahan Kedua atas Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Karena itu, jika ada pertanyaan sejauh mana kekuatan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) yang telah disepakati oleh masing-masing pihak, itu wajar.

Namun apakah beban kesalahan ditimpakan kepada investor saja, atau pemerintah ikut menanggungnya? Lalu bagaimana pengaruh kelembagaan terhadap kerjasama yang dibangun antara pemerintah-swasta? Sebab, dengan munculnya situasi semacam ini, pihak yang dirugikan tetap saja investor. Investor harus menanggung beban pembiayaan, tagihan kredit dari sejumlah bank, dan lamanya pengembalian modal.

“Dalam disertasi ini, pembahasan saya terkait dengan permasalahan hukum (legal issu, red) yang memerlukan perhatian secara sungguh-sungguh, sehingga keterlibatan pihak swasta ini benar-benar memperoleh kepastian hukum yang dapat menjamin keberlanjutanya di masa-masa yang akan datang.

Atas permasalahan terkait skema PPP dalam pembangunan jalan tol, maka teori-teori perjanjian sangat relevan dipergunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut. Tentunya dengan mengaitkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengingat dalam skema PPP, kontraknya berdimensi publik,” tambah ayah satu anak ini.

Memperhatikan perjanjian atau kontrak yang digunakan terkait dengan keterlibatan pihak swasta dalam rangka pembangunan infrastruktur jalan tol, maka dapat dikatakan bahwa karakteristik perjanjian tersebut merupakan kontrak privat yang berdimensi publik. Sebab dilihat dari bentuknya perjanjian tersebut merupakan kontrak dalam lapangan hukum keperdataan, padahal dari pengaturannya, justru dilakukan dengan produk hukum publik.

Mengingat karakternya sebagai kontrak keperdataan berdimensi publik, maka PPP merupakan model kerjasama yang baru, yang digunakan pemerintah dalam rangka pembangunan infrastruktur, khususnya jalan tol, dengan tujuan utamanya untuk memperoleh dana untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur, memperbaiki pengelolaan sumber daya alam, dan sarana pelayanan, mengimpor alih teknologi, memperluas dan mengembangkan layanan bagi pelanggan, serta meningkatkan efisiensi operasional.

PPP dimaksudkan untuk meningkatkan pelibatan peran swasta dalam pembangunan infrastruktur yang selama ini belum maksimal, salah satu penyebabnya adalah belum adanya jaminan dan kepastian hukum seperti yang diharapkan investor. Kondisi ini didukung oleh persiapan pemerintah yang kurang optimal, khususnya dalam menawarkan proyek terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai analisa proyek yang akan dikerjasamakan dengan swasta.

Untuk itulah pemerintah perlu menyusun langkah dan strategi yang bertujuan untuk menarik investor menanamkan modalnya, sekaligus membantu pemerintah menjalankan kewajiban publik. Salah satu diantaranya pemerintah perlu menginformasikan secara lengkap, terkait proyek yang akan ditawarkan dengan memberikan dokumen detil setiap proyek, seperti rencana pembiayaan, agenda realisasi, dokumen tender dan kejelasan peran pemerintah.

Selanjutnya meskipun karakteristik skema Public Private Partnership (PPP), dapat dikelompokan ke dalam jenis kontrak baku, namun demikian masih mengandung prinsip-prinsip hukum perjanjian, yakni prinsip kesepakatan kehendak dari para pihak sebagaimana diatur di dalam Pasal 1320 KUHPdt. Oleh karena itu PPP dalam rangka PPJT merupakan kontrak baku yang dapat dinegoisasikan. Hal yang dapat dinegoisasikan adalah mengenai General Condition, yang bisa disesuaikan dengan kondisi investor secara spesifik.

Sebab setiap investor memiliki karakteristik masing-masing, yang apabila ketentuan-ketentuan dibuat secara umum menjadi tidak fair apabila diterapkan tanpa disesuaikan secara kasuistis. Hal lainnya adalah mengenai risiko-risiko dan dukungan pemerintah yang telah dijamin dengan kebijakan pemerintah, isi kontrak juga masih bisa dinegosiasikan. Sedangkan substansi kontrak yang tidak mudah dinegosiasikan adalah kesepakatan yang dilakukan pada saat pemasukan penawaran (tender) seperti besaran jaminan pelaksanaan, jadwal pelaksanaan, spesifikasi teknis, dan nilai investasi.

Mengenai perinsip-prinsip yang mendasari PPP, diantaranya terdiri dari prinsip transparansi, itikad baik, dan akuntabilitas. Penggunaan prinsip-prinsip ini  didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam proses pra-kontrak sampai dengan pelaksanaan kontrak terkait dengan penggunaan dana dengan berbagai kepentingan, diantaranya terkait proses pengadaan barang dan jasa, pemilihan jasa konsultan dan pemilihan Badan Usaha yang kapable, yang mempunyai kemampuan untuk mengerjakan proyek jalan tol. (red)

Related posts

Operasi Gangster Gunakan Motor, Wali Kota Eri Cahyadi Bersama Tim Gabungan Amankan 12 Remaja Bawa Sajam

kornus

Investasi di Indonesia Seret Akibat Ketidakpastian Ekonomi Global Imbas Perang Dagang AS-China

redaksi

Peringati Harkitnas, Wali Kota Eri Cahyadi Bersama Gubernur Khofifah Ziarah ke Makam Dr. Soetomo

kornus