Surabaya (KN) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) temukan kerugian uang negara atas penyelenggaraan keuangannya Pemkot Surabaya pada 2010. Ini diketahui dari hasil pemeriksn setelah BPK mendapati ada kerugian negara yang disebabkan Pemkot Surabaya senilai Rp 5,9 triliun.BPK juga telah mengeluarkan empat surat kepada Pemkot Surabaya. Surat bernomor 35.A/LHP/XVIII.JATIM/06/2011 tertanggal 27 Juni 2011, surat ini tentang Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas laporan keuangan.
Berikutnya surat bernomor 35.C/LHP/XVIII.JATIM/06/2011 tertanggal 27 Juni tentang laporan hasil pemeriksaan terhadap kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
Surat selanjutnya 35.B/LHP/XVIII.JATIM/06/2011 tentang LHP atas sistem pengendalian internal, serta nomor 35/LP/XVIII.JATIM/06/2011 tentang laporan hasil pemantauan penyelesaian kerugian daerah.
DPRD Surabaya juga sudah menerima salinan laporan BPK tersebut. Diakui Wakil Ketua DPRD Surabaya Musyafak Rouf, jika dewan sudah menerima laporan itu. Bahkan hasil laporan BPK itu sudah dibahas di tingkat Badan Musyawarah DPRD Surabaya.
Sementara, Wakil Ketua DPRD Surabaya lainnya, Akhmad Suyanto menjelaskan, predikat WDP yang diberikan BPK memang ada temuan, tapi masih dalam tahap ringan.
Ada enam hal yang membuat BPK memberikan opini WDP ke Pemkot Surabaya. Diantaranya penyajian investasi non-permanen lainnya, dana bergulir dan piutang pajak pada neraca per 31 Desember 2010 yang belum menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan.
Dari laporan itu diketahui jika berdasar standart pemeriksaan keuangan negara (SPKN), dalam laporan pemeriksaan keuangan Pemkot Surabaya, BPK mempertimbangkan masih ada kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) di Pemkot.
Kelemahan SPI atas laporan keuangan Pemkot Surabaya yang ditemukan BPK itu diantaranya, transaksi penerimaan sebesar Rp 2.282.646.942,17 dan pengeluaran Rp 3.675.259.902 di kas daerah digunakan untuk pembangunan jaringan utilitas yang tidak melalui mekanisme APBD.
Selain itu ada juga terkait utang Titipan Pihak Ketiga berupa jaminan bongkar reklame sebesar Rp 235.856.174 yang tidak diketahui pemiliknya, dan utang Titipan Pihak Ketiga lain-lain sebesar Rp 4.391.318.000 yang tidak jelas statusnya. Bahkan juga ada pendapatan yang dicatat sebagai penerimaan lain-lain sebesar Rp 2.420.428.125,76 yang tidak diketahui jenis dan klasifikasi pendapatannya. Penganggaran belanja modal sebesar Rp120.028.642.293 juga belum sepenuhnya sesuai dengan Standart Akutansi Pemerintahan (SAP).
Musyafak Rouf mengungkapkan adanya 27 kasus kerugian daerah yang berhasil diungkap oleh BPK pada tahun anggaran 2010. Kerugian daerah ini mencapai Rp 5.998.964.446. (Jack)