KORAN NUSANTARA
Headline indeks Surabaya

Dewan Kembali Pertanyakan Bangunan Bersejarah Bekas Toko Nam

Surabaya (KN) – Kasus pembongkaran benda atau bangunan cagar budaya di Surabaya untuk diubah bentuk menjadi bangunan baru, tak saja terjadi pada rencana pembangunan Hotel Platinum di Jl Tunjungan 11. Peristiwa serupa sudah banyak terjadi, misalnya di bekas bangunan Toko Nam, toko bersejarah di Surabaya maupun pembangunan SPBU di Jl Kramat Gantung, Surabaya yang juga berdiri di lahan bekas bangunan bersejarah. Untuk Toko Nam, kini juga disinggung DPRD Surabaya.Disampaikan Ketua Komisi C DPRD Surabaya Saifudin Zuhri, sisa bangunan Toko Nam di depan Tunjungan Plasa Jl Basuki Rahmat dan berada di area pedestrian, juga bermasalah. Hanya karena tipe cagar budayanya masuk tipe C, maka persolan yang sempat ramai itu pun reda. Pasalnya, aturan yang mendukung pelestarian benda bersejarah itu juga abu-abu. Untuk tipe C, bangunannya masih diperbolehkan diubah, hal inilah yang menjadikan pihak penguasa bangunan bersejarah mudah sekali menghilangkan kesejarahannya.

Bangunan bekas Toko Nam itu, untuk mengingat kesejarahannya, hanya disisakan sedikit bangunan saja. Yang ironi, bangunan itu hanya disangga dengan konstruksi tiang baja. Hal ini jadi tak menarik dan merusak estetika kota. Ini juga bukti terjadinya kontradiksi kebijakan dan regulasi Pemkot Surabaya.

“Disini ada kontradiksi dua Perda, yakni tentang cagar budaya dan pedestrian. Karenanya hasil kajian Tim Cagar Budaya itu masih perlu dipertanyakan kemampuannya, karena menurut saya masih belum bisa diterapkan dengan tegas,” kata Safudin.

Seharusnya Tim Cagar Budaya Kota Surabaya tidak hanya memertahankan sisa bangunannya, tetapi harus mampu memberikan gambaran kepada publik jika ditempat itu ada sejarahnya. “Faktanya, sekarang kondisinya malah mengganggu hak pejalan kaki di area pedestrian, bahkan secara konstruksi justru membahayakan. Jujur saya meragukan kemampuan Tim Cagar Budaya Kota Surabaya,” tegasnya.

Menurut dia, untuk bisa menggambarkan situs sejarah di lokasi kepada publik, Tim Cagar Budaya harus mampu berkreasi dengan berbagai cara. Jangan hanya memertahankan sebagian sisa bangunannya saja. Ini tak ubahnya seperti yang dilakukan Hotel Platinum dengan memertahankan bagian muka bangunan dan merusak seluruh bagian dalamnya.

Agar publik yang lewat kawasan itu paham dengan kesejarahan Toko Nam, maka bisa dibuatkan prasasti besar dan videotron yang mengulas masalah sejarahnya. Kalau hanya sisa bangunan, publik justru tak paham. “Untuk itu, kami akan kembali memanggil Tim Cagar Budaya dan manajemen Tunjungan Plasa serta pihak-pihak terkait, untuk membahas hal itu. Karena jika dikaitkan dengan estetika kota, menurut saya sangat mengganggu dan sisa bangunan itu sangat membahayakan,” ujar Safudin. (Jack)

Related posts

Intensitas Interaksi Tinggi, Golkar Berharap Ketua RT dan RW di Surabaya segera Divaksin

kornus

Setelah Mamuju dan Majene, Pemkot Surabaya Kembali Kirim Bantuan ke Jember untuk Korban Bencana Alam

kornus

Jokowi-Ma’ruf Amin Daftar ke KPU

redaksi