KORAN NUSANTARA
Headline hukum kriminal indeks

Buta Permanen Usai Operasi, Pasien Laporkan Dokter Mata Ke Polda Jatim

pasien-korban-buta- tengah--didamping-keluarga-pengacaranyarabaya-buta-usai-operasi-katarakSurabaya (KN) – Seorang pasien yang berniat menyembuhkan mata kirinya dari katarak, warga Jl Ubi II Surabaya justru mengalami kebutaan. Hal ini dialami Tatok Poerwanto yang sampai saat ini masih kecewa dengan pelayanan kesehatan yang dipilihnya.Diduga, Tatok (78) mengalami malpraktik dan pelanggaran kode etik keprofesian dokter di Surabaya yang praktek di klinik mata kawasan Jl Jemursari. Pihak keluargapun menggunakan pengacara untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Kasus itu sudah dilaporkan ke Polda Jatim dengan nomor laporan LP B/75/I/2016/UM/JATIM tertanggal 18 Januari 2017.

Tatok melaporkan dr Moestidjab ke Polda Jatim atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau membuat surat palsu atau memalsukan surat dan atau memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik.

Dalam keterangan persnya, Tatok yang didampingi dua pengacaranya, Oktavianto dan Sutomo SH, menceritakan kronologis kejadian. Kejadian ini bermula saat Tatok mendapat perawatan medis di Surabaya Eye Clinic Jemursari, pada 28 April 2016 dan ditangani dr Moestidjab. “Pada operasi pertama, saya tak merasakan perubahan. Saya justru masih merasakan nyeri dan sakit,” jelas Tatok pada puluhan wartawan di kediamannya, Jumat (20/1/2017).

Dia melanjutkan kisahnya, karena parah, Tatok disarankan untuk operasi kedua. Kali ini lokasi operasi di Graha Amerta, kompleks RSU dr Soetomo. Alasan dokter tersebut kepada pihak keluarga, karena peralatan di Graha Amerta lebih lengkap. Tatok pun setuju dan pada 10 Mei 2016, operasi dijalankan. Dari operasi itu, dugaan kejanggalan dirasakan pihak keluarga.

Pasalnya, menurut anak korban Condro Wiryono Poerwanto, operasi yang awalnya dijanjikan hanya berlangsung 30 menit justru molor hingga lima jam. Hingga pasca operasi kedua, dr Moestidjab hanya menugaskan asistennya untuk menyampaikan hasil operasi kepada pihak keluarga. ”Dengan meminta asistennya mengatakan operasi tidak dapat dilanjutkan. Karena ada pendarahan. Selain itu alat tidak memadai, jadi beliau angkat tangan,” ujar Condro.

Pihak keluarga lalu membawa Tatok ke Rumah Sakit National Eye Centre (SNEC) di Singapura. Alangkah terkejutnya pihak keluarga, saat diketahui hasil diagnosa bahwa mata sebelah kiri Tatok mengalami kerusakan. Hal ini diketahui menantu Tatok, Eduard Rudi Suharto.

Dikatakan Eduard, berdasarkan diagnose rekam medis, kondisi mata Tatok tidak bisa ditangani, karena operasi pertama ada lensa mata yang robek serta pecahan katarak ternyata bertaburan di mata korban. Eduard akhirnya mendatangi dr Moestidjab pada 13 Januari 2017. Sudah sembilan bulan berlalu, akhirnya hasil rekam medis dari SNEC pun ditunjukkan. “Dari awal pasca operasi pertama, beliau tidak mengatakan kondisi sebenarnya kepada keluarga. Bukan malah membaik justru kian parah yang dirasakan,” beber Eduard.

Saat didesak keluarga itulah, kata Eduard, akhirnya dr Moestijab mengaku bahwa dia berbohong. “Alasannya, saat itu gagal operasi namun dia malu untuk berterus terang. Karena takut reputasinya jatuh di mata keluarga kami,” ucap pria yang juga Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) Jatim ini.

Terpisah, saat pihak Surabaya Eye Clinic (tempat praktek dr Moestidjab) dikonfirmasi justru belum berhasil. Sampai saat ini belum ada keterangan resmi menyoal pelaporan tersebut dari dr Moestidjab. Beberapa wartawan yang datang ke Eye Clinic, Jumat sore hanya ditemui staff klinik tersebut.

Dari keterangan staff tersebut, diakui jika dr Moestidjab memang praktik di klinik tersebut. Sayangnya, pihak Eye Clinic tak bisa memberikan keterangan seputar kasus itu. (wan)

Related posts

KPU Jatim Lakukan Monitoring Pelaksanaan Tes Tertulis PPS ke Sejumlah Kabupaten/Kota

kornus

Polri ungkap TPPO berkedok program magang mahasiswa ke Jerman

LKPP RI Soroti Lelang Lampu LED PJU di ULP Surabaya Senilai Rp 7,5 Miliar

kornus