Jakarta (KN) – Tim terpadu yang dipimpin Wakil Jaksa Agung Darmono dalam rangka melakukan ekstradisi dari Papua Nugini rupanya masih harus berlangsung lama. Hasil kunjungan tim terpadu ke Papua Nugini menemukan beberapa fakta mengenai status kewarganegaraan Djoko Soegiarto Tjandra.
Dalam mendapatkan kewarganegaraan Papua Nugini, Djoko Tjandra diduga kuat melanggar prosedur dan hukum tentang keimigrasian yang ada di Papuan Nugini, sehingga pemerintah Papua Nugini akan melakukan peninjauan ulang pemberian status warga negara terhadap Djoko Tjandra.
Darmono menerangkan, bahwa untuk mendapatkan kewarganegaraan Papua Nugini, maka harus melalui keputusan tim yang dibentuk pemerintah Papua Nugini yang terdiri dari lima orang. Dalam tim tersebut dua orang berasal dari Parlemen Papua Nugini, kemudian tiga orang dari unsur pemerintah diantaranya Sekjen Kementrian Kehakiman dan Kejaksaan Agung Setempat, Imigrasi, dan Kementrian Luar Negeri.
“Pada saat penentuan tersebut harusnya disetujui lima orang anggota tim yang dibentuk tersebut, tetapi pada saat itu anggota parlemen tidak hadir, begitu juga sekjen kementrian kehakiman dan kejaksaan agung di sana tidak hadir,” kata Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (17/12/2012).
Kemudian, ada tujuh persyaratan yang harus dipenuhi Djoko Tjandra saat akan mengajukan status kewarganegaraan di Papua Nugini. Tetapi hal tersebut banyak yang tidak dipenuhi, sehingga ia melakukan pelanggaran hukum negara Papua Nugini.
Wakil Jaksa Agung, Darmono berharap Djoko Tjandra berinisiatif untuk menyerahkan diri, “Menjalani waktu (masa hukuman) dua tahun itu tidak terlalu lama. Saya berharap yang bersangkutan menyerahkan diri saja,” jelasnya.
Mantan Direktur Era Giat Prima meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan keputusan atas perkaranya.
MA menyatakan Djoko Tjandra bersalah, dan harus membayar denda, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara. Djoko diduga memberikan keterangan palsu, bahwa dirinya tidak memiliki masalah hukum di Indonesia, sehingga ia sukses menyandang status warga negara Papua Nugini. Padahal, di Indonesia ia berstatus buronan. (red)
(Sumber berita Kejaksaan RI)