Surabaya (KN) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan aksi penanaman pohon mangrove di tanggul sungai Avour Wonorejo dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) yang ke-719, Minggu (27/5) pagi. Kegiatan tersebut terselenggara atas kerjasama dengan BUMN, perusahaan swasta, ormas serta para pecinta lingkungan.
Sebanyak 15.000 pohon mangrove ditanam di kedua sisi tanggul sepanjang kurang lebih 4 kilometer itu. Adapun jenis mangrove yang ditanam antara lain Rhizophora Mucronata Sp, Rhizophora Stylosa Sp, dan Bruguiera Gymnorrhiza SP
Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Surabaya, Samsul Arifin menuturkan, mangrove memiliki banyak manfaat. Selain mencegah abrasi atau pengikisan tanah oleh air laut, mangrove menjadi tempat hidup bagi beberapa spesies seperti ikan, kepiting, dan juga burung. “Buah dan daunnya dapat diolah menjadi pewarna seperti saat ini ada produk batik mangrove. Sedangkan akarnya bisa untuk arang,” ungkapnya.
Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang memimpin langsung penanaman mangrove mengatakan, kepedulian terhadap ekosistem mangrove serta pengelolaan yang baik membuat Surabaya dipercaya menjadi tuan rumah seminar mangrove tingkat ASEAN pada November 2012 dan Februari 2013 mendatang. “Mudah-mudahan apa yang kita lakukan saat ini bermanfaat bagi masyarakat dan anak cucu kita kedepan,” ujar Risma.
Di hari yang sama, Walikota juga menghadiri panen dan tebar ikan lele di Jl Pakis Tirtosari XIII, RT4 RW5 Kelurahan Pakis, Kecamatan Sawahan yang dikelola kelompok pembudidaya ikan Gotong Royong.
Kegiatan budidaya ikan lele di Kelurahan Pakis berawal ketika Distan Kota Surabaya mengadakan program pengembangan perikanan (urban farming) pada 2009. Dalam program tersebut, warga diberikan pelatihan tentang tata cara budidaya ikan dan mendapat bantuan 20 kolam terpal. “Karena manfaatnya sungguh nyata dan budidaya lele relatif mudah, maka warga di sini bersemangat mengembangkannya dan membentuk kelompok Gotong Royong. “Sekarang kelompok kami sudah berkembang, jumlah anggota mencapai 63 orang dengan 52 kolam berukuran 2×3 meter,” kata Saman Rusdi, ketua kelompok Gotong Royong.
Menurut Kabid Perikanan dan Kelautan Aris Munandar, penggunaan pakan ikan buatan sendiri terbukti mampu menekan biaya produksi. Betapa tidak, harga pakan lele alternatif hanya Rp 3.000/kg dibandingkan dengan pakan pabrik seharga Rp 7.500/kg. Aris menjelaskan, dalam setahun siklus panen ikan lele sebanyak 4 kali. Sekali panen bisa sekitar 60-65 kg per kolam. Hasil panen kemudian dijual ke pasar seharga Rp. 11.000-13.000/kg.
“Di sini ada 52 kolam, jika ditotal termasuk biaya produksi dan lain sebagainya omzet keseluruhan selama setahun mencapai Rp. 83.512.000. Jika menggunakan pakan pabrik, keuntungan yang diperoleh hanya Rp. 35.308.000,” papar Aris.
Walikota sangat terpukau melihat segala keberhasilan kelompok Gotong Royong dalam mengelola budidaya lele. “Saya salut karena mampu mengembangkan yang tadinya hanya 20 kolam menjadi 52 saat ini,” ujar Risma dalam sambutannya. Orang nomor satu di Pemkot Surabaya ini langsung menginstruksikan Distan untuk membantu proses pengurusan hak paten atas semua produk kelompok Gotong Royong. Ia tak ingin hasil karya warganya diklaim oleh pihak lain atau yang lebih miris lagi oleh luar negeri. “Ini (produk-produk kelompok Gotong Royong,red) hal yang bagus dan jangan dianggap remeh. Mungkin sekarang masih kecil tapi suatu saat bisa menjadi sesuatu yang besar,” tandasnya.
Pada kesempatan itu, Walikota bersama para undangan memanen ikan lele dan setelahnya hasil panen langsung dilelang. Risma yang memimpin lelang membuka penawaran seharga Rp. 200.000 untuk 20 kg lele. Akhirnya, lelang dimenangkan oleh Wakil Ketua DPRD Surabaya Wishnu Sakti Buana dengan harga Rp 1 juta. (anto)
Foto : Walikota Surabaya saat lelang lele di Pakis Tirtosari, Surabaya