Jakarta (MediaKoranNusantara.com) – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah mengatakan, pihaknya mempererat kerja sama dengan otoritas Singapura dalam menangani kasus dugaan korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sjamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim. Hal itu dilakukan lantaran kedua tersangka menetap di Singapura.
“Kerja sama internasional menjadi hal yang penting di sini. KPK sudah beberapa kali dalam beberapa perkara memiliki komitmen yang sama dengan otoritas yang ada di Singapura,” kata Febri.
Menurut Febri, KPK sedang berupaya berkomunikasi lebih lanjut dengan otoritas Singapura dalam penanganan kasus ini. Febri memandang ada kesadaran bersama antara otoritas Singapura dan Indonesia bahwa kejahatan korupsi harus dihadapi bersama-sama.
“Ada kesadaran bersama yang kami harapkan itu bisa berlaku secara terus-menerus ya pemahaman bersama bahwa korupsi ini adalah kejahatan yang serius bersifat transnasional yang memang harus dihadapi bersama-sama. Nanti akan kami komunikasikan lebih lanjut,” kata dia.
Akan tetapi, Febri belum bisa menjelaskan secara rinci langkah-langkah apa yang ditempuh KPK dalam kerja sama internasional ini.
“Secara teknis kami belum bisa dijelaskan lebih lanjut, karena proses penyidikan ini kan masih berjalan. Kebutuhan-kebutuhan untuk kerja sama internasional ataupun untuk hal-hal teknis lain sesuai dengan hukum acara dapat dilakukan, tapi belum bisa kami sampaikan secara detail,” ujar dia.
Dalam pengembangan kasus BLBI, KPK menetapkan obligor Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka. Penetapan tersangka pasangan suami istri ini berdasarkan hasil pengembangan perkara terpidana mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung. Perbuatan Syafruddin diduga telah memperkaya Sjamsul dan Itjih sebanyak Rp 4,58 triliun.
Majelis hakim saat itu memandang perbuatan Syafruddin telah memperkaya Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004. Syafruddin selaku Kepala BPPN melakukan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM).
Selain itu, Syafruddin disebut telah menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham. Padahal, Sjamsul Nursalim belum menyelesaikan kewajibannya terhadap kesalahan (misrepresentasi) dalam menampilkan piutang BDNI kepada petambak, yang akan diserahkan kepada BPPN. Perbuatan Syafruddin dinilai telah menghilangkan hak tagih negara terhadap Sjamsul Nursalim sebesar Rp 4,58 triliun.(kcm/ziz)