KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Surabaya Jadi Tuan Rumah Simposium Mangrove Asia Tenggara

Surabaya (KN) – Dentuman gong sebanyak tiga kali oleh Kepala Badan Litbang Kementerian Kehutanan RI Iman Santoso di Hotel Bumi Surabaya, Rabu (27/2/2013) menjadi penanda dibukanya Simposium Regional Mangrove tingkat Asia Tenggara. Kegiatan yang diikuti sepuluh negara ASEAN plus Jepang dan Bangladesh itu akan berlangsung hingga 1 Maret 2013 mendatang.

Beberapa pembicara dari sejumlah negara sudah siap memaparkan pandangan dan programnya tentang ekosistem mangrove. Surabaya diwakili Kabid Fisik dan Prasarana Bappeko Surabaya, Dwijajawardana. Setelah itu para peserta akan dibagi kedalam tiga kelompok. Mereka akan membahas isu utama yakni mitigasi bencana, reboisasi kawasan mangrove, dan perubahan iklim. pada hari terakhir acara nantinya akan dilakukan kunjungan lapangan ke kawasan ekowisata mangrove di Wonorejo, Rungkut.

Iman Santoso, dalam sambutannya mengatakan, luas mangrove di Indonesia sekitar 25 juta hektare. Luasan tersebut menyumbang 75 persen luas mangrove se-Asia Tenggara. Dari fakta tersebut, Indonesia memainkan peran vital dalam eksistensi ekosistem mangrove dunia.

Pemerintah Indonesia menempuh aksi nyata dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. “Perpres ini menjadi dasar hukum bagi pemerintah maupun pemerintah daerah agar semakin kuat posisinya dalam melindungi kawasan mangrove,” katanya.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan bahwa karakterisitik mangrove berbeda di masing-masing tempat. Menurutnya, mangrove di Surabaya tumbuh secara alami, bukan ditanam. Tanaman bakau yang tumbuh itu kemudian dilestarikan dan diawasi perkembangannya. Hal itulah yang membuat jenis flora dan fauna lebih beragam, berbeda dengan pusat mangrove di Medan maupun Bali yang ditanam lalu dikembangkan dalam konsep penelitian.

Walikota menyebut, Surabaya adalah kota metropolitan dengan kawasan mangrove yang cukup luas. Bahkan terbilang luas untuk ukuran kota-kota besar lainnya. Masalahnya, wilayah perkotaan pasti punya problem ketika laju pembangunan berhadapan dengan upaya pelestarian lingkungan. Menurut wali kota, pemerintah dalam hal ini harus tegas menentukan posisi kawasan yang termasuk wilayah konservasi.

Pemkot saat ini sedang melakukan zonasi dan penaksiran nilai lahan yang rencananya akan dibebaskan. Risma menyatakan, pihaknya sudah ancang-ancang membebaskan lahan perumahan di kawasan Rungkut yang berdiri di atas lahan mangrove. “Nanti kita bebaskan lahannya untuk kemudian ditanami mangrove. Kita kembalikan fungsinya sebagaimana mestinya,” tegasnya.

Secara umum, orang nomor satu di Pemkot Surabaya itu mengungkapkan rasa terima kasihnya karena Surabaya dua tahun berturut-turut didaulat menjadi tuan rumah event serupa. “Ini merupakan bentuk kepercayaan kepada Surabaya dalam pengelolaan ekosistem mangrove,” tandas Risma.

Sementara Kepala Deputi Mission of Japan untuk ASEAN, Takako Ito, menganggap simposium ini sebagai peringatan kerjasama Indonesia-Jepang yang sudah terjalin sejak 1973. Pada 1990, Jepang mulai aktif memfokuskan kerja sama di bidang konservasi mangrove. “Simposium ini bagian dari proyek kerjasama kedua negara. Saya berharap apa yang dilakukan berguna bagi kelangsungan mangrove di banyak negara,” ujarnya. (anto)

Related posts

HPN 2019, 14 Wartawan Baca Puisi di Balai Pemuda Surabaya

redaksi

Komunitas Bicara Surabaya Ajak Warga Tanam Cabai Lewat Gerakan #SurabayaPedes

kornus

PPDB Diberlakukan Mendadak, Anggota Dewan Menilai Diknas Surabaya Merusak Sistem

kornus