Jakarta (KN) – RUU Desa sangat penting dan mendesak untuk segera disahkan. Menurut Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Marwan Jafar , salah satu manfaat RUU Desa adalah untuk mencegah urbanisasi massal.“Jika desa tidak dapat menopang penghidupan masyarakatnya, maka akan terjadi urbanisasi besar-besaran,” ungkapnya dalam diskusi bertajuk ‘Mendigdayakan Desa Sebagai Satuan Komunitas Terdepan Pembangunan Bangsa’ di Ruang Fraksi PKB, DPR, Jakarta, Selasa (3/7/2012).
Selama ini, kata Marwan, masyarakat masih menganggap baik buruknya penyelenggaraan desa semata-mata di pundak kepala desa dan perangkat desa. Padahal, sejatinya posisi desa sebagai unit terkecil dalam sistem pemerintahan belum mendapatkan perhatian yang memadai terkait dengan kewenangan dalam pengelolaan sumber daya dalam rangka peningkatan kesejahteraan.
“Maju dan berkembangnya desa sebetulnya pada masalah penyelenggaraan pemerintahan desa. Desa sebagai miniatur Indonesia merupakan arena politik paling dekat bagi hubungan antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan, ada hubungan menarik dan unik antara masyarakat desa dengan perangkat desa, yang mempengaruhi penyelenggaraan tugas kenegaraan di level desa,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Marwan yang pernah menjabat Wakil Ketua Pansus RUU Desa menegaskan, sebagai aparat perangkat desa diangkat bukan dari PNS, tapi dengan sistem perekrutan lokal tradisonal.
Hal ini juga berkaitan dengan stagnasi pendapatan perangkat desa meski sudah diatur dengan PP No.72 / 2005 ternyata belum bisa menjawab persoalan secara merata antara satu daerah yang kaya dengan dengan daerah yang minim. Sehingga dapat dikatakan belum ada perhatian yang cukup setimpal terhadap kepala desa dan perangkat desa.
“Penghargaan terhadap kepala desa dan perangkatnya selama ini masih diserahkan sebagian besar kepada desa itu sendiri. Di samping APBD Pemerintah Kabupaten, namun sejauh mana bantuan itu mencukupi atau belum itu masih sangat bergantung pada kemauan baik Pemerintah Daerah,” sambungnya.
Sedangkan pembagian penghasilan dari dana perimbangan, bantuan, retribusi desa, ADD dan lain-lain untuk mendukung keuangan Desa tidak ada kepastian dan sangat bergantung dari Pemerintah Daerah setempat.
“Oleh karena itu perlu ada kebijakan kongkret atau pengaturan secara nasional terkait penguatan status Perangkat Desa, perlindungan keuangan Pemerintah Desa yang diakomodasi APBN sebesar 10 persen,” tegasnya.
Dalam konteks manajemen dan administrasi pemerintahan desa, perdebatan fundamentalnya terkait dengan penghormatan atas nilai keragaman versus kebutuhan administratif untuk menerapkan standar baku pemerintahan desa.
Posisi desa administratif, kata Marwan, membawa konsekuensi atas keterbatasan kewenangan desa, terutama pada proses perencanaan dan keuangan. Singkat kata, desa hanya menjadi bagian dari perencanaan daerah yang secara normatif-metodologis ditempuh secara partisipatif dan berangkat dari bawah.
“Setiap tahun desa diwajibkan menyelenggarakan Musrenbangdes untuk mengusulkan rencana kepada Kabupaten. Namun, proses itu tidak menjadikan perencanaan yang partisipatif, di mana perencanaan desa yang tertuang dalam Musrenbang, hanya menjadi dokumen kelengkapan pada proses Musrebang di tingkat Kabupaten/Kota dan tidak ada pengawalan kepentingan desa hasil Musrenbangdes dan jaminan mengakomodir hasil Musrenbangdes,” paparnya.
Dalam konteks demikian, upaya untuk merenungkan dan merumuskan kembali pola relasi Pemerintah Daerah dengan Desa menjadi sangat penting, dalam rangka mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.
Hadir dalam diskusi publik tersebut Direktur Pemerintahan Desa dan Kelurahan Ditjen PMD Kemendagri Gatot Yanriyanto dan anggota Pansus RUU Desa Abdul Malik Haramain. (red)
Foto : Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI Marwan Jafar