Jakarta, mediakorannusantara.com – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus tegas dan adil bagi para korban.

“Kasus KDRT di Indonesia saat ini sudah cukup darurat. Diperlukan tindakan tegas dan adil dari penegak hukum terhadap penanganan kasus itu,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.25/5

Puan menyoroti sejumlah kasus, dimana beberapa waktu terakhir, masyarakat dihebohkan kasus KDRT yang melibatkan seorang wakil rakyat. Mantan anggota DPR RI itu diduga menganiaya istri keduanya yang sedang hamil hingga mengalami pendarahan.

Selain itu, ada juga dugaan KDRT yang dilakukan seorang oknum dosen salah satu universitas negeri di Solo terhadap istrinya. Dosen tersebut diduga menjepit istrinya dengan pintu saat berada di kampus.

Kemudian, viral seorang istri di Depok, Jawa Barat, yang justru dijadikan tersangka meski menjadi korban kekerasan suaminya. Perempuan itu dianiaya dengan cara mata disiram bubuk cabai, kepala dibenturkan ke dinding, hingga rambut di jambak.

Saat melaporkan tindakan KDRT itu ke pihak kepolisian, korban justru dijadikan tersangka dan ditahan atas laporan balik sang suami. Puan berharap peristiwa seperti ini tidak terulang kembali.

“Kasus-kasus buruk karena kurangnya kepekaan terhadap perlindungan terhadap perempuan. Berbicara soal keadilan juga harus mempertimbangkan berbagai faktor agar tidak tercipta keadilan semu,” katanya menegaskan.

Puan juga meminta Pemerintah memberikan perhatian khusus untuk penanganan kasus KDRT. Apalagi berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat 3.173 kasus KDRT sejak 1 Januari 2022 hingga 14 Februari 2023.

Sementara itu Komnas Perempuan mencatat ada 457.895 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2022, termasuk kejadian kekerasan dalam rumah tangga.

Puan mengatakan, kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai penanganan kasus KDRT membuat korban kesulitan saat ingin melaporkan kejadian yang dialaminya. Puan juga menilai, banyak korban takut saat hendak melapor karena kurang informasi.

“Pemerintah harus lebih banyak melakukan pendekatan dan pendampingan melalui kementerian/lembaga sehingga korban KDRT bisa bersuara,” jelasnya.

Sementara itu penanganan kasus KDRT diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kurang maksimal-nya penerapan sanksi hukum dalam KDRT dinilai menjadi salah satu sebab masih banyaknya kekerasan rumah tangga terjadi. (wan/an)