Surabaya (KN) – DPC Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Surabaya kini menjadi salah satu penentu pergantian Ketua DPRD Surabaya. Posisi Wakil Ketua DPRD Surabaya yang diduduki Akhmat Suyanto beberapa hari ini amat dibutuhkan di DPRD Surabaya.Terkait tidak hadirnya anggota Fraksi PKS dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Surabaya, DPD PKS Surabaya membantah jika ada deal-deal tertentu yang membuat PKS dianggap jual mahal. Intinya, jika pemberhentian antar waktu Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana sudah berkekuatan hukum yang jelas, maka PKS akan mendukungnya.
Ini disampaikan dalam jumpa pers oleh Ketua DPD PKS Surabaya Ibnu Sobir, Wakil Ketua Fraksi PKS Tri Setijo Puruwito, anggota Fraksi PKS Reni Astuti dan Sekretaris Umum DPD PKS Surabaya Zakaria. Menurut Reni yang menjadi juru bicara DPD PKS, PKS memahami realitas politik yang terjadi di DPRD Surabaya terkait keluarnya SK Gubernur Jatim atas pemberhentian antar waktu untuk WW.
Namun PKS, kata Reni, tak mau gegabah mengambil tindakan. PKS selalu mencermati dan mengkaji realitas politik itu untuk mengambil sikap politiknya. “PKS pada 2010 saat ada impeachment wali kota, PKS tak mendukung langkah itu seperti enam fraksi lainnya. PKS saat itu hanya meluruskan sesuatu yang melenceng dan dalam rangka meneruskan aspirasi warga yang saat itu menghendaki stabilitas di pemerintahan berjalan baik.Terkait kasus WW, PKS juga tak mau gegabah. Jika mengiyakan, ternyata hal itu menyalahi aturan, maka produk hukum yang diselesaikan dewan pun akan cacat,” tandas Reni.
Saat ini, PKS sebagai pemenang Pemilu ketiga, masih menyerahkan kasus di dewan ke pemenang kedua Pemilu (PDI Perjuangan yang memiliki Wisnu Sakti Buana sebagai Wakil Ketua DPRD Surabaya). Jika sudah ada pernyataan tak sanggup untuk memimpin DPRD, dan siap melimpahkannya ke Akhmad Suyanto, wakil ketua DPRD dari Fraksi PKS, tentu harus melalui surat tertulis.
Selama ini, keputusan untuk mengabulkan pergantian WW walau sudah didukung SK Gubernur Jatim, Wakil Ketua di DPRD (Wisnu Sakti Buana) sebagai pemenang kedua Pemilu yang berhak memprosesnya. “Jika tak sanggup itulah, maka harus ada pernyataan kepublik tentang hal itu dan memberikan surat tertulis ke PKS dalam hal ini Ahmad Suyanto. Jika ini sudah berjalan, tentu DPD PKS Surabaya akan memerintahkannya demi perbaikan di DPRD Surabaya dan kepentingan masyarakat,” tegas Reni.
Saat itu juga DPD PKS membantah kalau Ahmad Suyanto tak hadir di Banmus karena ke Bogor. Padahal Ahmad Suyanto sedang menjalani tugas dari DPD PKS Surabaya. Begitu juga terkait undangan rapat Banmus dan meminta Akhmad Suyanto memimpin rapat Banmus, juga diakui belum dikonfirmasi. Hal ini dianggap sebagai kebiasaan buruk di DPRD Surabaya, karena undangan pada 23 April dan rapatnya 24 April. Padahal Ahmad Suyanto sudah sejak 23 April menjalankan tugas partainya.
Sementara Tri Setijo juga menjelaskan jika kolektif kolegial di DPRD Surabaya, tak berjalan. Selama ini WW tak pernah membiasakan rapat pimpinan untuk menentukan agenda apa saja yang akan dilakukan dewan. Karena itu, Wakil Ketua DPRD juga tak terbiasa dengan kolektif kolegial seperti itu. “Untuk menentukan sikap terkait SK Gubernur, PKS juga harus melihat mekanisme yang dijalankan, tidak asal-asalan karena dampaknya juga harus dipikirkan.
Disinggung soal penjelasan PKS ke wartawan, mengapa tak dibawa ke rapat Banmus, tapi anggotanya yang duduk di Banmus justru tak hadir. Tri menegaskan, masalah itu sudah pernah disampaikan Fraksinya ke Ketua Fraksi Demokrat Irwanto Limantoro, entah kenapa tak sampai ke Banmus. Seharusnya, PKS tak menyampaikan itu secara lisan, tapi lewat surat agar saat tak hadir di rapat Banmus, tak ada spekulasi negatif terhadap PKS.
Sementara Irwanto yang juga anggota Banmus menjelaskan terkait undangan Banmus, sudah melakukan kontak ke Ahmad Suyanto berkali-kali, namun telepon yang bersangkutan mati alias tak aktif.
Ibnu Sobir justru heran dengan sikap dewan yang spontan menunjuk wakilnya untuk memimpin rapat Banmus, padahal saat situasi kondusif, Ahmad Suyanto tak pernah dilibatkan. Mengapa bukan Wisnu Sakti Buana yang tampil, padahal itu kewenangan dirinya. Tersirat, Ibnu Sobir tak ingin PKS dijadikan bemper dalam kisrus politik di dewan. Yang jelas diakui Ibnu Sobir, untuk meminta Ahmad Suyanto memimpin rapat, sama sekali tak ada komunikasi politik. (anto/Jack)
Foto : Dari kiri (Tri Setijo Puruwito, Ibnu Sobir dan Reni Astuti)