Surabaya (KN) – Petani garam Jawa Timur yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim menolak rencana sejumlah pengusaha yang akan mengimpor garam dari Australia. Impor itu dianggap menyakiti petani di Jatim yang selama ini memberikan kontribusi bagi kebutuhan garam nasional sebesar 60%.
Ketua HMPG Jatim, Muhamad Hasan, Senin (10/9) mengatakan, ditengah panen raya disejumlah daerah di Jatim dan Provinsi lain, sudah seharusnya pengusaha garam lebih mengutamakan penyerapan garam rakyat dari pada garam impor. “ Kalau impor itu akan terus dilakukan, kami akan melakukan aksi demonstrasi,” katanya.
Dikatakannya, lamanya musim kemarau yang saat ini trejadi membuat sejumlah daerah di Jatim mengalami surplus atau panen garam yang melimpah. Di Madura saja saat ini lebih dari 300.000 ton garam telah dihasilkan. Sementara untuk produksi di Jatim lebih dari 400.000 ton dengan kebutuhan perbulannya hanya berkisar 19.000 ton per bulan.
Meski hasil panen melimpah, bukan berarti uang yang mereka dapatkan juga banyak. Pasalnya, saat ini harga garam di tingkat petani jatuh sampai Rp 300,- per kilogram lantaran stok garam impor tahun lalu belum habis dari gudang. “Kalau pengusaha mau impor lagi, mau dikemanakan garam rakyat,” ujarnya.
Sesuai Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri tentang harga penjualan garam di tingkat petani, garam KW I Rp 750,- dan garam KW II Rp 550,- di collection poin. Tapi fakta di lapangan, harganya ternyata jauh lebih rendah, yakni Rp 350,- untuk KW I dan Rp 300,- untuk KW II. Imbasnya petani sangat dirugikan dan menjadi bangkrut.
Menurunnya harga garam disebabkan oleh masih banyaknya stok garam impor yang ditimbun oleh importer sejak tahun 2011. Padahal tahun itu seharusnya impor garam tidak boleh dilakukan dan harus dilarang demi menyelamatkan nasib petani dan menjaga eksistensi Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai terluas di dunia.
Ditambahkannya, dengan luas lahan garam nasional mencapai 29.704,27 ha petani sebenarnya mampu memproduksi garam pada musim normal mencapai 100-120 ton per ha. Dengan kata lain petani mampu memproduksi garam sebesar 2.974.027 ton. Sementara kebutuhan garam nasional hanya 1,8 juta ton pertahun. Itu artinya setiap tahun masih terdapat surplus garam.
Sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 360/MPK/Kep/5/2004 tentang ketentuan impor garam disebutkan bahwa impor garam dilarang dalam masa satu bulan sebelum panen raya garam rakyat. Selama panen raya garam rakyat dan dua bulan setelah panen raya. Namun kenyataannya masih adanya importasi garam oleh pabrikan garam. (ms)
Foto : Ilustrasi petani garam