Oleh : Mayor Cpm Anggiat Napitupulu, SH
Situasi politik internasional dewasa ini sangat dinamis dan mengalami fluktuasi yang tidak mudah diprediksi. Kompleksitas permasalahan dalam kehidupan sosial masyarakat dunia telah berimplikasi kepada berbagai kepentingan yang menimbulkan upaya-upaya diplomatis mau pun pembinaan/peningkatan hubungan antar negara. Berbagai konflik kepentingan yang terjadi akan bermuara kepada pemaksaan kehendak mau pun upaya mempertahankan hak-hak hidup suatu bangsa. Sejak awal abad ke-20 Mayor Jenderal Carl Von Clausewitz dari Prusia telah menyatakan bahwa perang adalah aplikasi dari keputusan politik suatu Negara (Clausewitz, 1908).
Selanjutnya dalam perkembangan konflik multidimensi di dunia internasional hingga sekarang semakin membawa kita kepada kesadaran bahwa untuk suatu kepentingan yang tidak bisa dikomunikasikan lagi, maka langkah terakhir akan bermuara pada perang. Terlebih dengan terjadinya krisis ekonomi global dalam kurun waktu 3 tahun terakhir setelah kejatuhan pasar saham dunia di Wall Street pada tahun 2009, yang akan berimplikasi kepada berbagai upaya pemulihan ekonomi di Negara-negara maju, yang apabila gagal maka akan menggiring trend internasional menjadikan saling menyerang antar Negara dalam rangka memperebutkan sumber daya alam, baik dalam wujud pendudukan dengan tentara multilateral, invasi, agresi dan lain sebagainya.
TNI AD sebagai suatu institusi yang mengemban tugas dan tanggungjawab membentengi NKRI harus mengambil langkah antisipasi guna menjawab berbagai tantangan masa kini sehingga setiap saat dapat melaksanakan tugas dari keputusan politik Negara dengan hasil terbaik yaitu menang perang. Dengan keterbatasan yang ada di dalam teknologi alutsista TNI AD tetap membulatkan tekad mencapai kesiapan operasional setiap saat dibutuhkan, dengan didukung oleh keutuhan kemanunggalan TNI Rakyat. TNI AD selalu sadar bahwa di masa damai kita harus mempersiapkan diri untuk berperang (Civic pacem parabellum). Untuk itu TNI AD harus senantiasa berbenah diri dengan beragam cara di antaranya yaitu upaya meningkatkan pembinaan satuan guna mewujudkan satuan yang siap operasional.
Sebagai realisasi dari cepatnya perputaran roda perjalanan organisasi TNI AD, seluruh satuan baik jajaran Kotama mau pun Balakpus senantiasa melaksanakan perbaikan dalam pembinaan satuan sesuai garis-garis kebijakan KASAD dengan hasil yang secara umum memuaskan. Kendati demikian, pada prakteknya di lapangan masih banyak ditemukan pelaksanaan pembinaan satuan yang kurang optimal sehingga satuan tersebut tidak siap operasional. Ada pun permasalahan utama yang masih kita jumpai yaitu kurang optimalnya Dansat melaksanakan pembenahan dalam bidang organisasi, penempatan personel yang tidak sesuai kualifikasi, material satuan yang tidak terawat, latihan tidak optimal, minimnya peranti lunak di satuan, pangkalan yang kurang tertib dan kurang terpelihara.
Guna mewujudkan satuan yang siap operasional maka perlu dijawab bagaimana upaya meningkatkan pembinaan satuan? Peningkatan pembinaan satuan adalah kebutuhan mutlak organisasi TNI AD. Oleh karena itu berbagai pembahasan berikut ini memiliki nilai guna sebagai masukan kepada pimpinan TNI AD untuk menetapkan kebijakan selanjutnya dalam rangka mewujudkan satuan-satuan TNI AD yang siap operasional.
Di bidang organisasi ada hal-hal tertentu yang memerlukan pembenahan. Perencanaan dan penataan suatu organisasi adalah hal yang sangat penting dan mendasar dalam setiap satuan, yang meliputi aspek personel, materil, pangkalan, prasarana latihan dan peranti lunak satuan. Penataan organisasi ini harus dilaksanakan secara simultan di mana seorang Dansat harus mempertahankan keseimbangan antar elemen tersebut. Dalam sejarah perjalanan TNI AD kita mewarisi 2 type kepemimpinan yaitu kepemimpinan lapangan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dan kepemimpinan manajerial Kepala Staf TKR Jenderal Oerip Sumohardjo (60 tahun Indonesia Merdeka,-). Dalam hal penataan organisasi Jenderal Oerip Sumohardjo telah mencontohkan betapa pentingnya penataan organisasi meliputi penataan personel, materil, pangkalan, prasarana latihan dan peranti lunak satuan, dengan memelihara keeratan hubungan antar staf. Sejak awal terbentuknya organisasi TNI AD sudah melaksanakan konsep-konsep manajerial modern yang mengenal unsur- unsur perencanaan, pengorganisasial, pelaksanaan dan pengawasan (Planning, organizing, actuating, controlling).
Kita masih mendapati beberapa satuan yang kurang optimal dalam segi penataan organisasi sehingga mengakibatkan kerawanan di dalam satuan. Data analisa dan evaluasi dari Puspomad dan Spamad menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 6 tahun terakhir telah terjadi 7 insiden besar di satuan-satuan jajaran TNI AD berupa tindakan-tindakan prajurit yang anarkis (Puspomad, 2011). Contoh kasus yang pernah terjadi pada tahun 2009 yaitu anggota Kompi E YONIF 751/VJS mengamuk di dalam markas (Majalah Gatra, 2009). Data dari hasil penyelidikan dan penyidikan Pomdam XVII/Trikora menyebutkan bahwa latar belakang permasalahan terletak pada kesalahan Dansat dalam penataan organisasi sehingga terjadi ketidakpuasan di kalangan anak buah.
Perencanaan dan penataan suatu organisasi yang diharapkan di masa mendatang adalah mengarah kepada organisasi satuan yang modern dan berwawasan kebangsaan. Adapun tuntutan dari sebuah organisasi satuan modern yaitu memiliki seorang Dansat yang mampu membangun karsa di dalam satuan sehingga seluruh prajurit menjalankan misi satuan dengan penuh tanggung jawab.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kesalahan yang berlarut-larut dalam perencanaan dan penataan organisasi yakni perlunya langkah komandan atasan setingkat Pangkotama/Danrem memperketat uji kelayakan (fit and proper test) dalam setiap penentuan seseorang akan dijabatkan sebagai Dansat, dengan menambahkan hasil sosiometri dari prajurit di satuan lama, sehingga dapat memaksimalkan pelaksanaan tugas pokok.
Dari segi personel, permasalahan yang masih banyak ditemukan dalam satuan yaitu penempatan jabatan yang belum disesuaikan dengan kualifikasi psikologi, pendidikan spesialisasi dan jenjang jabatan. Setiap Dansat harus mampu memainkan perannya sebagai pemimpin dengan berpegang teguh pada norma penempatan seseorang pada tempat yang tepat (the right man in the right place). Penempatan anggota yang tidak sesuai dapat menimbulkan berbagai efek negative seperti menurunnya moril prajurit, tugas yang tidak terkuasai dengan baik, kecenderungan sikap masa bodoh, kinerja prajurit yang asal-asalan, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini jelas akan membawa kerugian terhadap satuan baik dari segi kualitas kerja, kuantitas produk, iklim satuan mau pun citra satuan. Belum lagi apabila ditambah dengan pengaturan penempatan anggota berdasarkan kedekatan kepada pimpinan atau pilih kasih, meski pun nyata-nyata dapat dilihat oleh semua orang bahwa prajurit yang bersangkutan belum layak dalam jenjang jabatan/kepangkatan atau pun tidak mumpuni secara pendidikan spesialisasi. Kesalahan-kesalahan dalam kebijakan Dansat yang berjalan terus menerus biasanya mengakibatkan ketidak nyamanan atau pun ketidakpuasan yang nantinya akan menghasilkan stemming belt negatif. Kita dapat mempelajari peristiwa yang terjadi pada akhir tahun 2002 di Medan di mana prajurit YONIF LINUD 100/PS membobol gudang senjata dan melakukan aksi anarkis terhadap polisi (Harian Pelita, 2002) yang mengakibatkan kekacauan berkepanjangan di kota. Hal yang melatarbelakangi permasalahan yaitu penempatan dalam jabatan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya, di mana secara prosentase jumlah personel lebih banyak yang ditugaskan dinas luar dari pada yang di dalam markas, apalagi dinas luar yang tidak sesuai job description yang jelas.
Pembinaan personel sangat erat hubungannya dengan pola kepemimpinan Dansat. Ada prajurit yang memimpin, ada prajurit-prajurit yang dipimpin. Dalam melaksanakan pembinaan personel setiap Dansat harus terus menerus mempelajari berbagai pola kepemimpinan sehingga dapat memahami melaksanakan kepemimpinan di satuan dihadapkan dengan kemajemukan latar belakang prajurit. Di masa Perang Teluk 2003, secara sederhana Jenderal Colin Powell mengatakan bahwa kepemimpinan adalah berbuat untuk kesejahteraan kelompok/unit (The Secret of Leadership: Colin Powell, 2003). Jelas bahwa Dansat dalam melakukan pembinaan personel harus mengedepankan kepemimpinan yang melayani untuk mewujudkan kesejahteraan anggota.
Pembinaan personel yang diharapkan di masa mendatang tergantung kepada pola kepemimpinan Dansat dalam mengarahkan prajurit kepada tujuan sesuai misi satuan. Satuan TNI AD di yang diharapkan masa mendatang adalah satuan yang diawaki oleh personel-personel yang tangguh, yang memiliki 4 kompetensi penting yaitu: kompetensi teknis, kompetensi manajerial, kompetensi sosial dan kopetensi intelektual. Di samping itu untuk mencegah terjadinya stemming-belt negative yang berkepanjangan di suatu satuan, maka Pangkotama/Danrem perlu mengambil kebijakan memerintahkan Dandenintel untuk membuat wawancara tertutup terhadap beberapa prajurit di satuan.
Materil yang ada di dalam satuan meliputi alutsista, alsintor, mau pun materil lain yang dipertanggungjawabkan. Kita sebut saja Yonkav XX di suatu Kotama dengan kondisi materil satuan tidak terawat dengan baik dan tidak siap operasional. Hal seperti ini dapat mengantarkan kita kepada perhitungan kelemahan dalam perbandingan daya tempur relatif. Memang banyak kendala yang kita hadapi khususnya dalam hal keterbatasan anggaran mau pun perijinan dalam pemenuhan suku cadang tank, namun demikian perawatan yang optimal tidak boleh ditinggalkan oleh Dansatkav XX sehingga diharapkan masa pakai tank-tank tersebut pun menjadi lebih panjang. Sebagai varian dari inspeksi Pangkotama maka perlu diadakan acara konvoi tank di sekitar markas Yonkav XX secara periodik, sehingga dapat disaksikan secara nyata hasil dari upaya perawatan materil satuan tersebut terlebih lagi dapat terlihat tercapainya kondisi materil satuan yang siap pakai.
Latihan adalah kesejahteraan bagi seluruh prajurit. Prajurit yang melaksanakan latihan dengan cermat, semangat dan sungguh-sungguh akan menghasilkan kecakapan bagi perorangan, kelompok mau pun satuan, sehingga setiap saat mampu melaksanakan berbagai macam tugas. Di beberapa satuan masih banyak kita jumpai adanya pembinaan latihan yang masih jauh dari yang diharapkan, khususnya dalam hal peserta latihan yang tidak merata. Kejadian di daerah operasi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan pelajaran beharga bagi kita, di mana pada saat itu seorang Dansat dicopot dari jabatannya karena kesalahan penerjunan di daerah penghancuran (killing ground). Hal yang melatarbelakangi kejadian tersebut adalah bahwa hampir di setiap latihan yang dilaksanakan tidak dihadiri/diikuti oleh unsur-unsur pimpinan mau pun staf, padahal latihan tersebut ditujukan untuk kemahiran seluruh prajurit di satuan mulai dari Dansat hingga prajurit berpangkat prada. Alangkah baiknya apabila diselenggarakan latihan antar satuan yang memacu kompetisi dengan penilaian pada tiap-tiap satuan, sehingga prajurit dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan tugas secara optimal. Di sini lah perlunya Pangkotama meningkatkan intensitas latihan antar satuan dalam tahun-tahun anggaran berikutnya sehingga memperoleh kondisi satuan-satuan yang siap operasi.
Pada aspek piranti lunak masih perlu banyak perbaikan di satuan-satuan TNI AD. Di era pasca reformasi para prajurit mulai sering menyebutkan kata “payung hukum”. Ini merupakan hal yang membanggakan di mana prajurit TNI AD mampu menyesuaikan dengan perkembangan nasional yang mulai mengedepankan supremasi hukum. Dengan memahami aturan hukum secara mendalam maka prajurit akan terhindar dari perbuatan-perbuatan melanggar hukum. Di dalam satuan yang baik tentunya melaksanakan penyimpanan mau pun penataan peranti lunak sebagai perpustakaan yang setiap saat dapat dijadikan sumber pengetahuan. Namun demikian hingga saat ini kita masih saja menjumpai realita bahwa peranti lunak di satuan pada umumnya belum lengkap dan ataupun sesuai kebutuhan, baik secara kuantitas mau pun kualitas. Hal ini adalah merupakan hambatan bagi kemajuan berpikir prajurit di satuan. Dalam melaksanakan perannya sebagai guru, setiap Dansat harus dapat memberikan pengetahuan yang selalu baru bagi anak buah termasuk aturan dan peraturan yang tertuang di dalam piranti lunak. Langkah efektif yang dapat dilakukan oleh Pangkotama adalah menugaskan Dansat bawahan secara periodik untuk membuat tulisan dan paparan tentang berbagai piranti lunak satuan dikaitkan dengan pembinaan satuan sehingga diharapkan akan tercapainya peranti lunak satuan yang lengkap, valid dan siap operasional.
Pangkalan militer di darat biasanya disebut dengan markas. Setiap markas militer diperhitungkan ke dalam kekuatan/keunggulan daya tempur relatif baik dari segi kualitas mau pun kuantitasnya. Markas yang tertib, indah dan terpelihara mencerminkan satuan yang disiplin dan siap operasi. System pengamanan di dalam pangkalan pun turut mewarnai predikat suatu satuan. Semua ini berpulang kepada etos kerja dan kepedulian seorang Dansat. Kita dapat memetik pelajaran berharga dari Pomdam XVII/Trikora dan Ajendam XVII/Trikora di mana pada periode sebelum tahun 2004 mendapatkan predikat buruk sebagai pangkalan-pangkalan paling kotor di jajaran Kodam XVII/Trikora. Selanjutnya pada tahun 2004 kedua satuan ini mulai membenahi diri dengan mengadakan penghijauan, pemenuhan alat-alat pemadam kebakaran, pengaturan kembali ruangan-ruangan secara efektif serta pembenahan tata letak materil di dalam satuan. Dalam kurun waktu 4 bulan kedua satuan tersebut mendapatkan penghargaan dari Pangdam XVII/Trikora sebagai pangkalan-pangkalan yang paling tertib, dengan barbagai pembenahan yang telah dilakukan di dalam pangkalan/markas.
Di sisi lain kita ketahui bahwa pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah harus menyesuaikan dengan ketentuan, di mana setiap bangunan fisik harus memiliki multi fungsi yang dapat digunakan di masa damai mau pun di masa perang. Kita dapat mengambil contoh dari Negara tetangga Singapura, di mana pembangunan jalan-jalan kelas-I harus lulus verifikasi dengan kualitas yang bisa dijadikan landasan pesawat tempur mau pun pesawat angkut. Ada pula stasiun kereta api bawah tanah (subway rail-station) yang dapat difungsikan sebagai kantong perlindungan bawah tanah (bunker). Seyogyanya setiap bangunan/jalanan serta pangkalan yang dibangun di Indonesia memiliki relevansi terhadap system pertahanan Negara. Guna mensinergikan pembangunan pangkalan dengan pembangunan fisik sipil maka Pangkotama perlu membuat rencana pembentukan Badan Pembangunan Pangkal Perlawanan di daerah sehingga diharapkan nantinya akan terwujud pangkalan satuan yang ideal untuk dapat digunakan dalam pelaksanaan tugas dan dapat menjamin kesiapsiagaan satuan dalam rangka pertahanan negara.
Di masa perang, pangkalan-pangkalan militer yang ideal ini lah yang akan menjadi basis komando dan pengendalian pasukan-pasukan yang tersebar di gedung/bangunan pemerintahan yang tersebar di pinggir pantai. Oleh sebab itu kita harus benar-benar kembali kepada aturan dan perintah Undang-Undang di mana pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemda dalam koridor RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) harus diwujudkan dalam pembangunan yang multi fungsi yaitu dapat digunakan pada masa damai mau pun pada masa perang. Demikian pula pembangunan jalan-jalan harus merupakan jalan penghubung antara basis komando operasi dengan benteng pertahanan garis depan, daerah-daerah pengunduran, lumbung-lumbung logistic wilayah mau pun daerah inti pangkal perlawanan dalam perang berlarut.
(Sebuah sumbangan pikiran bagi bangsaku, daru buah pikir pandangan pribadi)
Oleh : Mayor Cpm Anggiat Napitupulu, SH