Bandung (KN) – Kekayaan negara yang dipisahkan yang berada di BUMN, BUMD dan BLU masih belum terjangkau dalam penyusunan perencanaan pembangunan komprehensif dan integratif.
Perencanaan strategis yang disusun selama ini juga tidak mempola pembangunan manusia Indonesia secara utuh (nation character building), ini menandakan bahwa SDM tidak mendapat perhatian secara khusus, dan sasaran pembangunan hanya terfokus kepada pencapaian indikator pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain kita belum membangun jiwa dan raga secara utuh.Demikian dikatakan Anggota VI BPK RI DR. Drs. Bahrullah Akbar, M.B.A., C.I.P.M ketika menyampaikan orasi ilmiahnya berjudul “Fungsi Pengawasan Keuangan Negara Sebagai Katalisator Tercapainya Tujuan Memajukan Kesejahteraan Umum” dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dalam Rapat Terbuka Dewan Senat dan Dewan Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dipimpin Gubernur IPDN Prof. Dr. Ermaya Suradinata, M.Si, bertempat di Gedung Balairung Rudini, Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Selasa (8/12/2015).
Dihadapan Menteri Dalam Negeri Cahyo Kumolo, para Menteri Kabinet Kerja, Anggota DPR dan DPD RI dan para Kepala Daerah yang hadir, Anggota VI BPK RI yang juga mantan Sekjen BAMUS Betawi tahun 2004-2007 dan Komandan Resimen Mahasiswa Jayakarta tahun 2007-2009 ini merinci permasalahan-permasalahan yang membelenggu bangsa kita dewasa ini, antara lain: jargon perencanaan pembangunan hanya bersifat seremonial, business asusual tanpa arah yang komprehensif, di mana lebih mengedepankan pekerjaan administrasi dan seremonial di bandingkan bagaimana membahas kwalitas perencanaan yang terkorelasi dengan tujuan berbangsa bernegara.
“Saya analogikan perencanaan pembangunan selama ini yang kita susun hanyalah perencanaan tentang bagaimana kita duduk dan ngopi di pintu jembatan, dan belum ada arah yang jelas bagaimana kita mulai melangkahkan kaki untuk berjalan (sambil bertanya Who, Where, When, Why, What and How to accross the Bridge) atau menyeberangi jembatan kemudian apa yang harus kita lakukan di seberang sana,” jelas Bahrullah Akbar.
Bahrullah Akbar, yang telah menerbitkan lebih dari 40 karya ilmiah dan buku, dan peraih doktor ilmu pemerintahan dari Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2013 ini, juga mengungkapkan bahwa Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno pernah memperkenalkan apa yang disebut Pembangunan Semesta Berencana (PSB) yang dianggap sebagai cikal bakal perencanaan strategis di Indonesia. Demikian juga pada masa pemerintahan Presiden Soeharto perencanaan strategis dituangkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Pada era reformasi pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 (UU 25/2004) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang di dalamnya termuat Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). “Para Ulama Nahdlatul Ulama (NU) mengajarkan untuk mengambil pelajaran masa lalu yang baik dan mencari hal yang lebih baik untuk masa kini dan masa depan. Menurut saya, saat ini menjadi momentum yang baik untuk menyusun perencanaan pembangunan semesta berencana yang integratif sebagai jawaban untuk mengatasi permasalahan kemiskinan, pengangguran, rendahnya IPM dan ketidakberdayaan dalam memposisikan daya saing ekonomi, secara bilateral, regional, maupun global,” tuturnya.
Pada bagian lain Bahrullah juga menyampaikan bahwa fungsi pengawasan tidak berdiri sendiri tapi melekat dengan fungsi perencanaan. Karena itu, saat ini pemerintah perlu merevitalisasi perencanaan pembangunan yang simultan dan berkelanjutan dan disusun secara komprehensif dan integratif. “Pada saat bersamaan, diperlukan pengawasan tata kelola keuangan negara yang efektif agar proses manajemen pemerintahan berjalan dengan baik. Fungsi perencanaan dan pengawasan saling berkaitan erat seperti layaknya dua sisi mata uang, satu sisi dan sisi lain sama nilainya dan bernilai,” katanya.
“Kita juga tidak mempunyai “dashboard” keuangan negara berupa perhitungan sumber potensi keuangan negara atau penggalian revenue centre bagi negara antara lain berupa potensi pajak dan cukai yang belum tergali, timpangnya kemampuan pendapatan asli daerah (retribusi) dengan dana transfer, optimalisasi sumber daya alam, seperti tidak melihat leverage asset untuk penggunaan pendapatan secara maksimal, antara lain perhitungan cadangan minyak dan gas bumi Indonesia mencapai nilai USD 245 milyar,” ungkap Bahrullah.
“Dengan dikukuhkannya sebagai Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Pemerintahan IPDN, saya bersyukur sekaligus ini menjadi tantangan bagi saya untuk terus berkarya menemukan terobosan-terobosan untuk membangun negara terutama di bidang ilmu pemerintahan,” kata Bahrullah Akbar.
Dalam orasi ilmiah turut hadir Civitas Academica para Guru Besar IPDN serta para undangan, antara lain tuan rumah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, para Menteri Kabinet Kerja, Anggota DPR dan DPD RI, para Kepala Daerah, para akademisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat. (red)