Singapura (KN) – Demokrasi mengubah paradigma kebijakan keamanan di Indonesia dari yang semula berpusat pada negara menjadi lebih berorientasi pada individual-wellbeing. Demikian disampaikan oleh Menko Polhukam RI Djoko Suyanto dalam kuliah umumnya di Rajaratnam School of International Studies, Singapura, Senin (10/12/2012).Para ahli mengatakan bahwa pergeseran paradigma keamanan didorong oleh globalisasi. Namun di Indonesia, menurut mantan Panglima TNI ini, adalah demokrasi yang menyebabkan pergeseran paradigma tersebut. “Demokrasi telah membuat warga negara dan hak-haknya menjadi pusat paradigma,” terangnya.
Djoko Suyanto menjelaskan, di dalam kegairahan demokrasi di Indonesia, pertumbuhan ekonomi naik dengan mengesankan dan stabil. Ia mencontohkan, berbeda dari anggapan umum, dinamika dari kebebasan berserikat ternyata tidak berelasi secara negatif dengan tingkat produktivitas buruh, malahan “menjadi aspek bermartabat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Indonesia menurutnya adalah satu dari sedikit negara yang mampu bertahan dari krisis ekonomi dunia. “Tingkat produktivitas buruh menyumbang secara signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tandasnya.
Mengutip Mohammad Hatta, di awal kuliahnya Djoko Suyanto menekankan, demokrasi adalah sebuah ideal yang sejak mula diperjuangkan Indonesia. “Hatta, salah satu pendiri republik yang kami cintai, segera setelah kami merebut kemerdekaan, menyatakan bahwa “kemerdekaan Indonesia hanya bisa langgeng dalam demokrasi”, katanya.
Memang tidak ada hubungan kausal antara demokrasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun mengutip Amartya Sen, Djoko Suyanto mengingatkan, dalam Negara demokrasi tidak pernah terjadi kelaparan. Bahkan, menurutnya, sejumlah studi menunjukkan: makin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi, makin kecil kemungkinan sebuah Negara berputar pada otoriterisme.
Agar demokrasi Indonesia dapat menyumbang pada kesejahteraan, menurut Djoko Suyanto, maka ia harus membuahkan institusi-institusi publik yang transparan, akuntabel dan dengan governance yang baik. Demokrasi juga harus memungkinkan partisipasi publik yang makin besar dalam pembuatan kebijakan publik dan dalam mengawasi pelaksanaannya. “Indonesia tidak membutuhkan orang kuat, melainkan pemerintahan yang efektif dengan civil society yang kuat”, tegasnya.
Lebih lanjut, Menko Polhukam RI menyatakan, demokrasi Indonesia yang sehat dan bersahabat dan ditopang ekonomi yang kuat, adalah sumber dari pengaruh penting Indonesia pada negara-negara ASEAN dan stabilitas kawasan. Namun ia mengingatkan, demokrasi tidak bisa ditanam dari luar pagar. “Pemajuan demokrasi dan hak asasi di satu bangsa pada hakekatnya ditentukan oleh kemauan dan dialektika dalam bangsa itu sendiri,” tandasnya.
Kuliah umum yang diselenggarakan oleh Nanyang Technological University ini dihadiri oleh mahasiswa, pengajar, akademisi, pengusaha, politisi, dan pejabat pemerintahan Singapora. Nampak hadir, Acting Minister for Social and Family Development Singapore, Mr. Chan Chun Sing, dan Chief of Defence Force LG, Mr. Neo Kian Hong. Sebelum acara, Menko Polhukam telah memenuhi undangan makan pagi dari Deputi Perdana Menteri Singapura, Mr.Teo Chee Hean.
Usai pelaksanaan kuliah umum, Menko Polhukam RI Djoko Suyanto melakukan kunjungan kehormatan kepada Mr. Lee Hsien Loong atas undangan Perdana Menteri Singapura tersebut. (red)
Foto : Menko Polhukam RI Djoko Suyanto