Jakarta, mediakorannusantara.com –– Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki ‘harta karun hijau’ atau potensi sumber daya dari energi baru dan terbarukan (EBT) yang berlimpah.
Dengan potensi investasi hijau sangat besar untuk itu, Indonesia akan membangun ekosistem electric vehicle (EV), batu bara, baterai, bersama investor secara kongkret.
Pemerintah, juga telah menargetkan pengurangan emisi hingga 29 persen di 2030 dan mendorong net zerro emission di 2060 atau lebih awal. Dengan berlimpahnya sumber daya EBT itu, pemerintah akan menyetop Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
“Jadi potensi di Indonesia luar biasa dan our commitment ke EBT itu tidak akan pernah diragukan,” ungkap Menko Luhut dalam Grand Launching Proyek Investasi Berkelanjutan, di Jakarta, Kamis (17/3/2022).
Luhut menambahkan, di Kalimantan Utara (Kaltara) akan menjadi satu Green Integrated Industrial Park dengan memiliki luas lahan mencapai 30.000 hektare, yang akan menggunakan 8.000 Mega Watt (MW) Pembangkit Tenaga Listrik Hydro, dan 10.000 MW Solar Panel.
Tak hanya itu, Indonesia juga memiliki sejumlah 2,9 Trillion Cubic Feet (TCF) gas. “Jadi kita akan buat sesuatu yang bagus dan akan mengubah struktur Indonesia,” ungkap Luhut.
Seperti diketahui, Indonesia memiliki target net zero emission sampai pada 2060, adapun di 2030 Indonesia memiliki target zero emission mencapai 29 persen. Tak hanya wacana, kata Luhut, Indonesia tidak hanya bicara pada wacana, karena target net zero emission itu juga untuk mendukung terjadinya perubahan iklim yang ekstrem.
Pemerintah, berkomitmen untuk menyetop PLTU batu bara sebagai salah satu cara transisi energi untuk tetap bisa berjalan. “Mungkin kita sebagai negara salah satu melakukan show case di G20, kita akan umumkan 350 Gigawatt yang kita early retire dari coal fire,” ungkapnya
Dengan rencana itu, Luhut bercerita bahwa negara-negara maju menganggap kebijakan negara berkembang seperti Indonesia atas penyetopan PLTU batu bara tidak care.
“Saya bilang di Washington kita itu care. Care kepada next generation of Indonesia, kita tidak berpikir ke orang lain. Jadi kalian tidak perlu khawatir dan ajar-ajarin kami apa yang harus kami lakukan, kita bicara sama, tak perlu khawatir bahwa kami tidak akan melakukan. Pasti kami lakukan, saya tidak mau lihat cucu saya sengsara karena policy yang salah yang kami lakukan,” tandasnya.
Sementara untuk pembiayaan perubahan iklim, Luhut menjelaskan, bahwa anggaran perubahan iklim yang disiapkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak mencukupi. Saat ini pemerintah hanya memiliki anggaran sekitar Rp102 triliun dari kebutuhan Rp343 triliun.
“Anggaran perubahan iklim di BUMN tak mencukupi, itu hanya memiliki anggaran sekitar Rp102 triliun atau 4,3 persen dari kebutuhan Rp343 triliun. Jadi itu memang kurang, dan ini lumayan cukup besar,” katanya.
Dalam menginisiasi kekurangan tersebut, pemerintah telah menyediakan sejumlah kerja sama dengan menetapkan program dan ketentuan nilai ekonomi karbon yang bekerja sama dengan berbagai negara khususnya energi terbarukan.
“Kita kaya sekali sebenarnya. Kita sebenarnya untuk Indonesia punya itu semua dan transisi itu, akan terus jalan dan kita akan buat showcase di G20,” ungkapnya.
Kebijakan ekonomi karbon terus disusun oleh pemerintah di mana pemerintah telah menargetkan pengurangan emisi hingga 29 Persen di 2030 dan mendorong Net Zerro Emission pada 2060 atau lebih awal.(wan/inf)