KORAN NUSANTARA
Headline indeks Lapsus

Menelusuri Sepak Terjang Pemkot Soal Perpanjangan HGB Diatas HPL

Pertokoan-Rungkut-Megah

                                                                                                                          Pertokoar Rungkut Megah di Jl Raya kali Rungkut Surabaya
Surabaya (KN) – Gubernur Jawa Timur Soekarwo yang biasa disapa Pak De Karwo dan DPRD Kota Surabaya kecolongan. Pasalnya, menjelang akhir masa jabatan Walikota Surabaya Tri Rismaharini berakhir pada akhir Oktober 2015, diduga masih membuat gebrakan menanda tangani perjanjian kerjasama pemanfaatan dengan swasta (KPS) berupa perpanjangan hak guna bangunan (HGB) diatas hak pengelolaan lahan (HPL) dengan PT Rungkut Central Abadi dan PT Rungkut Mega Sentosa. Pengelola Ruko di Jl Raya Kalirungkut Surabaya bekas (eks) PT Abatoar Surya Jaya (perusahaan patungan pemerintah Kota Surabaya, pemerintah pusat dan Induk Koperasi).

Pertokoan-Rungkut-Megah -Jl Raya kali Rungkut-SurabayaPertokoan-Rungkut-Megah -Jl Raya kali Rungkut-SurabayaPadahal surat dari Kemendagri Nomor 800/5247/SJ tertanggal 8 September 2015 telah jelas pada poin 1 menyatakan apabila terdapat perselisihan dalam KPS maka diselesaikan sesuai dengan butir perjanjian dan tidak terkait dengan masa jabatan kepala daerah sehingga kepala daerah tidak boleh melakukan penanda tanganan KPS. Namun patut diduga Walikota Surabaya pada saat itu telah mengabaikannya, padahal surat Kemendagri yang ditanda tangani oleh Kepala Biro Hukum Widodo Sigit Pudjianto tersebut menjawab surat dari Pemkot Surabaya itu sendiri. Sehingga untuk yang kesekian kalinya produk Walikota Tri Rismaharini ditengarai selalu mengabaikan hukum, mulai dari pengangkatan Direksi dan Dewas BUMD, putusan TUN sampai kewenangan membuat KPS.

“Ini merupakan bentuk arogansi kepemimpinan yang selalu mengabaikan hukum, sehingga kota ini menjadi kota Tirani yang sewenang-wenang penguasanya,”ujar karyawan Pemkot dalam diskusi cangkrukan di lingkungan kantor Pemkot, kemarin.

Seperti HGB diatas HPL dalam bentuk KPS seharunya tidak boleh diperpanjang, kecuali sewa dapat dilakukan perpanjangan setiap lima tahun sekali, sepanjang belum digunakan oleh pemkot. Namun Pemkot Surabaya dengan beraninya menantang arus membuat KPS dengan dua perusahaan tersebut last menit diakhir masa jabatan walikota pada saat itu yang menunjukkan kekuatan kewenangannya, karena hampir tidak pernah ada yang berhasil melakukan koreksi oleh sistem tirani dibentuk dari Surabaya sampai pusat pemerintahan.

Hasil penelusuran Koran ini diperoleh informasi, PT Rungkut Central Abadi dan PT Rungkut Mega Sentosa mendapatkan pengelolaan aset pemkot seluas sekitar 15 hektar di Jl Raya kali Rungkut, untuk digunakan sebagai pertokoan dan perkantoran dari Pemkot Surabaya tahun 1995 selama 20 tahun lamanya dengan kompensasi harus membangun tempat pemotongan hewan, bisnis dari perusahaan patungan milik Pemkot Surabaya, Pemerintah Pusat dan Induk Koperasi di daerah Wonoayu, Sidoarjo seluas sekitar 12 hektar. Namun kewajiban tersebut hingga saat ini belum pernah terwujud, bahkan tanahnya di Wonoayu tidak jelas titik lokasi yang ditunjuk karena lokasi yang pernah ditunjuk merupakan tanah kas desa yang tidak dibolehkan untuk dikuasai pemindahan tempat potong hewan dan cool storage PT Abatoar Surya Jaya.

Anehnya Pemkot Surabaya tidak pernah mempersoalkan pemindahan dari usaha patungan tersebut, justru sebaliknya sekarang memperpanjang perjanjian pengelolaan HGB diatas HPL dengan dua perusahaan tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua perusahaan tersebut selama mendapatkan pengelolaan telah memperjual belikan ruko kepada pihak ketiga, sehingga sudah mendapat keuntungan diawal dari hasil penjualan ruko tersebut kepada sekitar 600 tenan. Berikut, sertifikat HGB diatas HPL nomor 1 dan 2 induk atas nama dua perusahaan tersebut telah displitsing atau dipecah-pecah atas nama masing-masing pembeli. Sehingga secara hukum hubungan pengelola diatas tanah pemkot tersebut telah berpindah ke masing-masing tenan dan bukan lagi kedua pengelola yang telah mendapatkan pengelolaan tahun 1995 karena pemecahan sertifikat dilakukan oleh Pemkot sendiri kepada masing-masing tenan/pemohon dan bukan oleh dua perusahaan tersebut.

Tanpa Sosialisasi:

Pemberian perpanjangan HGB diatas HPL kepada dua perusahaan KPS yang telah mati masa waktunya diatas lahan yang telah dikuasai oleh sekitar 600 pemilik Ruko tersebut dilakukan tanpa sosialisasi terlebih dulu, sehingga cukup meresahkan pemilik Ruko karena pengurusan HGB diatas HPL harus melalui dua peerusahaan tersebut dan tidak langsung dari pemilik toko ke Pemkot. Apalagi perpanjanganna diluar aturan hukum, sehingga rentan dengan menguapnya pertanggung jawaban pembayaran retribusi.

“Pakai payung hukum apa pemkot dalam penerimaan pungutan retribusi HGB diatas HPL tersebut ? kalau HGB diatas HPL kan harus dengan kontribusi tetap dan bagi hasil keuntungan dan harusnya kalau ada PKS ya dilakukan kepada 600 pemilik Ruko dan bukan kepada dua perusahaan saja, karena hubungan hukum antara pemkot dengan dua perusahaan telah berakhir dan seharusnya sebelum berakhir ada ferivikasi asset, diserahkan dulu baru dibahas. Tapi ini kan tidak, ada apanya dibalik itu kok kayaknya bersemangat sekali”, kata Ponang Adji Handoko, Ketua LSM anti korupsi (AMAK).

Sebaiknya aparat hukum, segera melakukan penyelidikan atas kasus perpanjangan KPS dengan dua perusahaan tersebut dan jika menemukan bukti kuat, hendaknya segera ditingkatkan ke penyidikan karena dengan pembiaran dugaan penyimpangan di pemkot sama halnya dengan memupuk penyimpangan-penyimpangan selanjutnya. Selama ini hampir tidak pernah terdengar adanya keberanian aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan ke pemkot Surabaya. “Ini ironi sekali ada apa dibalik semuanya, karena yang muncl ibaratnya walikota Surabaya tersebut seperti malaikat yang bersih dari segala dosa”, imbuh Ponang dengan janggalnya.

Menurut Ponang, bukan tidak mustahil selain dua perusahaan di Rungkut tersebut yang telah diperpanjang KPS, juga ada lagi perusahaan lain. Dia menengarai ada perpanjangan KPS untuk pengelolaan THR, Ria Star Angkasa, hotel Bumi dan BRI Tower yang juga menggunakan tanah pemkot. Karena itu, minta dilakukan penelitian secara transparan agar dugaan korupsi di pemkot tidak semakin terpupuk subur.

Sayangnya, Kepala Dinas Pengolahan Tanah dan Bangunan Kota Surabaya Ekawati Rahayu saat akan dikonfirmasi terkait hal ini tak berhasil dihubungi. Rabu, 6/1/2016) siang berkali-kali dihubungi melalui ponseslnya tak berhasil, nada panggil aktif tapi tak diterima. (red)

 

 

Related posts

Pemkot Surabaya Dinilai Layak Jadi Pioner Pencegahan Stunting di Jatim

kornus

Hindari Penyebaran Virus Corona, Luhut: Jangan Bersalaman Dulu

redaksi

Terima Dubes Ingris, Gubernur Jatim Tawarkan Kerjasama Pengembangan SMK Aviasi dan Pembangunan Transportasi Publik

kornus