KORAN NUSANTARA
indeks Nasional

Media Harus Bisa Berdiri Independent Tanpa Membela Kepentingan Pribadi dan Golongan

Surabaya (KN) – Peringatan Hari Pers Nasional ke-66 kali ini digelar mewah di Jambi, Kamis (9/2/2012) siang. Hadir pada acara itu, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Mengambil tema tahun ini, “Pers Merdeka, Rakyat Punya Suara”.Namun siapapun sependapat, pasca reformasi 1998, pers Indonesia saat ini memiliki kebebasan yang sangat luar biasa. Bahkan ada juga yang berpendapat bahwa pers Indonesia itu yang sudah terlalu bebas, justru kebablasan.

Tak bisa ditampik, jika dari hari ke hari ada saja media baru yang lahir, baik itu media cetak ataupun media online. Sementara untuk media elektronik (televisi dan radio) tak bisa seenaknya lahir karena di tiap daerah ada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah. Komisi ini yang mengatur masalah channel atau frekuensinya.

Intinya, membangun sebuah media baru itu sangat gampang. Siapa saja bisa. Namun mengembangkan dan membesarkan media itulah yang sulit. Namun kenyataannya, orang-orang yang ‘tertarik’ dengan dunia media, akan mudah mendirikan media baru, walau hanya sekadar pasang pengaruh. Ini yang biasanya muncul di era sekarang. Saat medianya collapse, maka dia akan beralih dan mendirikan media lain.

Ibaratnya, media sudah dijadikan alat untuk mencari penghasilan. Media sudah dijadikan cara untuk menakut-nakuti seseorang yang diketahui memiliki kesalahan. Tujuannya demi kepentingan dan keuntungan pribadi. Hal inilah sebenarnya yang bisa disebut kebebasan pers yang kebablasan. Media bukan lagi menjadi fungsi kontrol, media bukan lagi jadi kepentingan sosial, edukatif dan informatif, tapi media sudah dijadikan alat pengeruk uang.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jatim H Akhmad Munir saat dikonfirmasi mengakui jika saat ini media, terkait dengan keterbukaannya, memiliki kemajuan yang sangat pesat.

“Walau ada anggapan kalau media cenderung kebablasan, namun dalam koridor kode etik jurnalistik, keberadaan media ini masih dalam track, masih sesuai rule yang ada,” kata Munir yang menghadiri peringatan HPN di Jambi, ketika dihubungi wartawan, Kamis (09/02).

Dia juga tak menampik jika pertumbuhan media saat ini bak tak terbendung. Ada saja media yang hadir. Dan yang paling banyak hadir justru media online.

“Selama semuanya masih dalam jalur yang benar dan sesuai aturan kode etik yang ada, tak masalah. Artinya, usaha itu juga membantu dunia pers Indonesia bertumbuh kembang dengan pesat,” katanya.

Namun terkait pengurus konglomerasi media, Munir mengakui jika keberpihakan pers terbelah. Ketika menyinggung konglomerasi pers, lebih cenderung pelaku media membela pemilik modal.

“Dalam hal ini, pers tidak lagi menjadi kontrol independent, padahal pers harus jadi kontrol independent. Kongloromerasi pers itulah yang saat ini lebih banyak melanda media siaran teletivi. Seharusnya tetap bisa netral dan harus ada kontrol independent,” tegas Munir.

Pers Indonesia, walau ada berbagai macam media, seharusnya bisa berdiri secara independent tanpa membela kepentingan pribadi, golongan atau kelompok. Hal inilah yang harus sama-sama diperjuangkan insan pers agar independensi itu tetap tercipta.

Sementara terkait perkembangan media online, Munir juga tak menampik jika perkembangannya sangatlah pesat. Menurut dia, lima sampai 10 tahun mendatang, media online itu bakal menjadi ujung tombak dan booming di dunia pers. Ini ada pergeseran dari media cetak dan elektronik ke media online.

“Yah paling tidak, 10 tahun lagi, media online bakal jadi penguasa dunia pers. Ini yang harus diantisipasi media lain agar persaingan tetap sehat dan semua media tetap survive,” tandas Munir. (red)

Related posts

Beredar Broadcast Rekrutmen Pekerjaan Khusus Warga yang Ber-KTP Surabaya, Pemkot Pastikan Hoax

kornus

Walikota Eri Cahyadi Siapkan Strategi Percepatan Surabaya Menuju Zona Kuning

kornus

Gubenur Khofifah: Alhamdulillah Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Jatim Lampaui Target Nasional di Tahun 2024

kornus