KORAN NUSANTARA
indeks Surabaya

Lima Fraksi DPRD Surabaya Akan Laporkan Ketua Dewan Ke KPK

Surabaya (KN) – Sikap arogan Ketua DPRD Wishnu Wardhana dalam pengesahan APBD 2013 Surabaya,  yang membuat Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana arogan, membuat anggota dewan berang. Bahkan atas sikap otoriternya Wishnu Wardhana yang mengesahkan APBD tanpa mau mendengar interupsi anggotanya, bakal dilaporkan ke KPK.
Lima fraksi DPRD Surabaya akan berkirim surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengesahan APBD Surabaya 2013.

Lima fraksi tersebut , FPKS, FPKB, FPDS, F Apkindo, F Golkar. Menurut Erick R Tahalele, anggota Fraksi Golkar DPRD Surabaya, kekecewaan anggota lima fraksi ini tak bisa disembunyikan saat pengambilan keputusan pengesahan APBD Surabaya 2013.

Menurut Erick saat berada di ruang Fraksi PKB, dalam pengambilan keputusan memimpin sidang paripurna, Ketua DPRD Surabaya Wishnu Wardhana dinilai terlalu otoriter. “Berkali-kali kami menyempaikan keberatan terkait RAPBD Surabaya 2013 namun tak pernah dihiraukan, lalu kepada siapa kami harus menyampaikan suara kami,” kata Erick dengan nada jengkel, Senin (10/12).

Menurut Erick, sudah beberapakali sidang paripurna dipimpin sendiri oleh Wishnu Wardhana sedangkan dua Wakil Ketua lainnya belum diberi kesempatan untuk memimpin sidang. “Ini yang kami minta agar Ketua DPRD instrospeksi,” ujarnya.

Salah satu persoalan yang mengundang protes anggota DPRD Surabaya adalah lolosnya anggaran untuk tiping fee kepada PT Sumber Organik, investor yang akan menangani sampah di TPA Benowo.
Sebab tanpa memberikan investasi terlebih dahulu, justru investor mendapat pemasukan Rp 56 miliar setiap tahunnya yang dibayar dari dana APBD Surabaya. Anggaran yang disedot ini dinilai terlalu besar bagi APBD Kota Surabaya.

Dalam konsep kerjasama ini memang investor akan memanfaatkan sampah di Benowo untuk dirubah menjadi gas dan tenaga listrik. Setelah menghasilkan listrik dan gas, akan dijual kepada konsumen dan sharing hasil dengan Pemkot Surabaya.

Dalam pengesahan APBD 2013, di Banggar dan Banmus sudah diputuskan sebesar Rp5,5, triliun tapi berubah jadi Rp5,7 triliun. Protes anggota dewan juga tak diterima pimpinan sidang. Bahkan akibat kekecewaan itu, beberapa anggota dewan juga memilih walk out.

Menurut Erick Reginal Tahalele selaku anggota Fraksi Partai Golkar, ada mekanisme yang tak benar di DPRD. Pembahasan itu alakadarnya dan diputuskan sendiri oleh pimpinan. “Kita sarankan, jika ada tambahan anggaran, seharusnya RKA (Rencana Kerja Anggaran,red) dilampirkan, tapi itu tak diterima ketua dewan. Bahkan dikatakan ketua dewan, kalau sudah keluar sidang, gak perlu protes. Pola saat ini harus diubah, agar tambahan anggaran itu tak sembarangan. Ketua sangat tak akomodatif. Anggota itu punya hak menolak, tapi tak boleh bicara. Lalu bicara dimana? Ini sama saja kita berteriak ke orang tuli. Ini yang bodoh siapa?” kata Erick.

Terkait kenapa lima Fraksi harus lapor KPK? Menurut Erick, ini karena permasalahan terakumulasi. Seperti masalah tipping fee untuk PT Sumber Organik yang menerima sampah dari pemkot, justru Pemkot yang harus bayar Rp56,4 miliar setiap tahunnya, yang tetap dimasukan dalam APBD 2013.

“Kita tak menolak tipping fee, kita hanya tanyakan, namanya investasi tentu investor harus menaruh modalnya, bukan meminta modal. Kita tanyakan ke semua pihak, termasuk kepada Walikota untuk memberi penjelasan ke dewan soal Rp5,7 miliar yang jelas,” tandasnya. (anto)

 

Foto : Wishnu Wardhana Ketua DPRD Surabaya

Related posts

Satgas Anti Mafia Bola Tangkap ML Tersangka Pengaturan Skor

Respati

Tim Penertiban RHU Pemkot Tutup Puluhan Panti Pijat di Kawasan Lokalisasi Jarak

kornus

Gelar Debat Konvensi Pilkada Surabaya 2020 Secara Online, PSI Hadirkan Dua Panelis

kornus