Jakarta mediakorannusantara.com  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong penguatan antikorupsi di sektor kesehatan dengan mengajak pengusaha berdiskusi melalui Dialog “Pimpinan KPK dengan Asosiasi Usaha dalam Mendorong Pembangunan Integritas pada Dunia Usaha”, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (24/8).

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut sejatinya korupsi terdiri atas dua pihak, yakni pemberi dan penerima. Namun, kata dia, KPK dianggap hanya menekan sisi penerima.
“Sehingga di pertemuan ini, kami mengajak para pengusaha di sektor kesehatan untuk lebih terbuka mengenai masalah di lapangan,” ucap dia dikutip dari keterangan tertulis diterima di Jakarta, Jumat dini hari.
KPK mencatat sejak 2004–2022, terdapat 373 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak swasta, termasuk yang berasal dari sektor kesehatan. Angka itu lebih banyak dibandingkan profesi lain di kasus serupa.
Ghufron menyebut sudah sepatutnya sektor kesehatan yang di dalamnya terdapat industri farmasi dan alat kesehatan untuk bersinergi membawa Indonesia berdaulat dari sisi kesehatan dengan meningkatkan produksi dalam negeri guna pengadaan barang dan jasa.
“Mari ciptakan dunia kesehatan menjadi dunia yang berkepastian, dunia yang menyenangkan. Kebutuhan pengadaan barang dan jasa tidak perlu sikut menyikut tapi dilakukan secara ‘fair’ (adil),” kata dia.
Menurut Ghufron, pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan dalam tempo yang singkat sehingga pelaku usaha di sektor kesehatan perlu bersinergi dengan KPK yang dilakukan tahap demi tahap.
Senada dengan itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut bahwa sektor kesehatan merupakan sektor yang rawan terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi.
Tidak jarang, kata Alex, pada praktiknya penyelenggara negara dan pihak swasta melakukan kongkalikong untuk melakukan penggelembungan harga mulai 500 persen hingga 5000 persen dari harga asli.
“Tolong, karena bapak/ibu dari industri dan gabungan alat kesehatan, jangan hanya jadi pendukung saja, tapi ikut menjadi vendor. Masukan saja ke e-katalog, jadi enggak perlu pakai lelang. Harganya setidaknya sama dengan harga pasar,” imbuh dia.
Alex mengingatkan agar pengusaha melapor ke KPK, jika terjadi indikasi tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan barang yang terjadi.
“Kalau diperas atau dipaksa memberikan sesuatu, tentu ada pasal lain sehingga kita senang sekali jika ada laporan seperti itu, bapak/Ibu juga akan kami lindungi. Jangan sampai kesalahan penerima dilimpahkan pada pengusaha,” pesan Alex.
KPK turut mendorong pelaku usaha untuk memanfaatkan pendampingan Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) yang dilengkapi dengan Panduan Pencegahan Korupsi bagi Dunia Usaha.
Direktur AKBU KPK Aminuddin menegaskan bahwa KPK terbuka untuk berdiskusi dan mendengarkan permasalahan pengusaha secara berkala. Nantinya, KPK akan merunut permasalahan dan menyelesaikannya secara berkala
Sampai semester 1 tahun 2023, AKBU sudah melangsungkan 342 pertemuan dengan 248 asosiasi usaha untuk pemetaan dan penyelesaian isu pada masing-masing asosiasi usaha.
AKBU, kata Aminuddin, telah memfasilitasi dan mendorong diterbitkannya 4 peraturan gubernur, yakni di Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Papua; 1 peraturan tingkat desa di Bali; dan 1 peraturan direktur BUMN dalam rangka pencegahan korupsi.
Di sisi lain, perwakilan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratoriun (GAKESLAB) Indonesia dan International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) menyebut ada beberapa permasalahan sektor kesehatan di lingkup alat kesehatan dan farmasi.
Pada dasarnya, mereka menyatakan pengusaha terkendala dalam implementasi Teknis Kebijakan Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri (TKDN) terkait alat kesehatan.
Dalam implementasi TKDN, mereka menyebut sering terjadi perbedaan penilaian dan proses sertifikasi yang memakan biaya, waktu, dan permasalahan substitusi alat kesehatan impor yang melalui mekanisme “freeze/unfreeze”.
Selain itu, kebijakan pengadaan konsolidasi bagi alat kesehatan dinilai kurang transparan, seperti menyoal penentuan persyaratan yang terkadang berubah dan tidak adanya transparansi data kebutuhan yang dijamin akan dibeli.
Sedangkan di lingkup farmasi, pengusaha terkendala dengan beberapa hal, yakni ketersediaan obat-obatan baru yang diluncurkan secara global, permintaan perizinan dilimpahkan pada swasta, permintaan “sponsorship” dengan harga yang melambung tinggi; hingga masalah etik.
Ketua Umum GAKESLAB Raden Kartono Dwidjosewojo merasa senang dengan paparan KPK. Ia berharap pengusaha di sektor kesehatan bisa benar-benar bergantung kepada KPK.
“Kami bukan ketakutan, justru kami sangat senang. Kami juga akan menyiapkan tim, satu orang, untuk dekat dengan KPK dan melaporkan ke KPK,” kata Raden Kartono Dwidjosewojo. ( wan/an)