Surabaya (KN) – Komisi E DPRD Jatim mendorong dan meminta kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk proaktif melakukan pengawasan peredaran obat di Jatim. Hal ini dilakukan agar obat palsu tidak masuk ke Jatim.Ketua Komisi E DPRD Jatim, dr Agung Mulyono di DPRD Jatim, Selasa (13/9/2016) mengatakan, Dinkes Jatim dan BPPOM jangan menunggu adanya laporan dari masyarakat terkait beredarnya obat palsu yang sangat membahayakan masyarakat. Karena ini terkait dengan nyawa seseorang maka sudah saatnya Dinkes Jatim dan BPPOM turun proaktif dan melakukan jemput bola sebelum ada korban yang jatuh akibat mengkonsumsi obat tersebut.
“Meski belum ada laporan dari masyarakat terkait peredaran obat palsu di masyarakat, namun saya berharap dua insitusi melakukan jemput bola. Artinya penyisiran adanya obat palsu bisa dilakukan ke apotik-apotik atau klinik dan rumah sakit. Hal itu sebagai antisipasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap peredaran sekitar 20 jenis obat palsu di masyarakat,” tegasnya
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat apabila menemukan obat palsu atau obat kadaluarsa agar segera melaporkan pihak kepolisian atau ke Dinkes Jatim, BPPOM, dan komisi E juga membuka posko pengaduan yang nanti akan ditinjaklanjuti.
Anggota Komisi E DPRD Jatim lainnya, dr Benyamin Kristianto mengatakan sudah seharusnya Dinkes Jatim bersama BPPOM menyelidiki dari hulu sampai hilir terkait peredaran obat palsu ini. Biasanya peredarannya dilakukan di apotik-apotik atau di klinik yang tidak jelas dan tidak berijin. Demikian juga kedua institusi ini harus menelusuri PBF (Pabrik Besar Farmasi) yang mengeluarkan obat tersebut.
“Ini seperti peredaran vaksin palsu. Karenanya dalam masalah obat palsu kedua institusi ini janganlah menunggu laporan dari masyarakat. Tapi bagaimana menemukan jalur distribusi dari hulu ke hilir. Dengan begitu Jatim akan aman dari peredaran obat palsu,” tambahnya.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu aparat kepolisian bersama BPPOM merilis penemuan peredaran obat palsu di Tangerang. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 20 jenis termasuk untuk kebutuhan anestasi (pembiusan). Setelah diselidiki ternyata obat tersebut sangat berbahaya. Bahkan melebihi dari narkoba. (rif)