Surabaya (KN) – Sekitar 200 warga pinggir rel kereta api melakukan aksi boikot dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Surabaya, PT KA serta Kementrian Perhubungan yang membahas rencana pembangunan jalur ganda kereta api di Surabaya.Dalam pembahasan hering di Komisi C (Selasa/2/2013) itu, warga menilai jika Komisi C DPRD Surabaya sudah tak punya nurani lagi karena tak membela warga. Akhirnya, warga pun walk out dari ruang paripurna di gedung dewan.
Sementara, dari hasil hearing itu, dewan dan Pemkot sangat menyayangkan tindakan Daops VIII yang bertindak sendiri tanpa ada sosialisasi. PT KA hanya berdalih demi pembangunan rel ganda, sudah berani melaksanakan penggusuran warga, apalagi penggusuran itu tebang pilih.
Menanggapi aksi walk out ratusan warga saat rapat digelar, ketua Komisi C, Sachirul Alim memahami, karena mereka bakal terkena dampak kebijakan PT KAI. Namun demikian, ia menyayangkan jika selama ini program terebut tdiak tersosialisasi dengan baik, yang akibatnya muncul resistensi dari para warga. “sampai saat ini opsi penggusuran tdiak tersosialisasi dengan baik.Pemkot tidak diajak bicara, benar-benar parah sosialisasinya” jelas anggota Fraksi partai demokrat ini.
Komisi C DPRD Surabaya tetap mendukung program pembangunan jalur ganda kereta api. Pasalnya, kebijakan terebut diperkirakan bisa mengurai kepadatan lalu lintas. Sekitar 1.000 kontainer yang tiap hari beroperasi di jalur Surabaya – Jakarta akan dialihkan melalui angkutan kereta api.
Anggota Komisi C Reni Astuti sangat kecewa atas tudingan warga yang menyatakan jika Komisi C tak pro rakyat tapi pro pengusaha. “Kita tak seperti itu, masalah ini sudah kita tangani,” tandas Reni Astuti.
Bahkan politikus PKS ini juga minta PT KA Daops VIII tak tebang pilih. Buktinya pemukiman warga digusur, tapi mall di pinggir rel dibiarkan.
Pemkot Surabaya yang diwakili Bappeko Surabaya, menegaskan jika penggusuran itu tanpa sosialisasi. “Kita sudah cek ke bawah dan tak ada sosialisasi ke warga. Kalau tidak percaya silahkan tanya ke para lurah atau camat. Pemkot siap diajak bicara untuk menyelesaikan masalah ini,” tantang salah satu pihak Bappeko Gede Dwi Djaja.
Sementara Dirjen Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, Kementerian Perhubungan, Anggoro memberikan dua opsi. “Permasalahan ini tak bisa diselesaikan sendiri, harus melibatkan instansi lain. Kami perlu komunikasi dengan Kemenpera. Untuk opsinya, pemerintah setempat mengajukan tambahan anggaran kerohiman (semacam ganti rugi) dan yang kedua memberikan rumah susun bagi warga terdampak,” jelas Anggoro. (nug)