Surabaya (KN) – Ketidakmampuan PD Pasar Surya dalam mengelola pasar-pasar tradisionalnya, dibuktikan dengan keinginan perusahaan daerah milik Pemkot Surabaya itu untuk mengajukan penghapusan aset 12 pasarnya. Padahal jika ingin fair, seharusnya selama mendapat keuntungan dari pengelolaan sejumlah pasar di Surabaya, PD Pasar wajib mengembangkan atau menjaga keberadaan pasar itu, bukan malah menghapusnya.
Menurut Umar Sholahudin sebagai Ketua LSM Parlement Watch, penghapusan aset pasar itu sama saja dengan tak mendukung perekonomian negara atau perekonomian kerakyatan. Seharusnya, PD Pasar tak berpihak pada keberadaan pasar moderen, tapi justru melindungi pedagang pasar tradisional.
“Kalau dihapus, sama saja PD Pasar Surya memberi peluang kepada pasar moderen untuk terus berkembang. Ini sama saja dengan kapitalis,” kata Umar yang juga dosen hukum di Universitas Muhammadiyah.
Ironisnya, budaya di pasar tradisional yang penuh dengan keberagaman komunikasi melalui proses tawar menawar, sedikit demi sedikit mulai hilang. Sementara di pasar moderen, budaya komunikasi semacam itu sama sekali tak pernah ada.
Umar justru menuding jika PD Pasar Surya itu malah memeras pedagang, bukan membinanya. Buktinya ada beberapa pasar yang diajukan dalam pelepasan aset karena pasar itu sepi. Artinya, setoran pasar itu ke PD Pasar sudah tak mencukupi lagi.
Sementara Ketua Komisi B DPRD Surabaya Mochammad Machmud membenarkan jika PD Pasar Tak memiliki kemampuan untuk membina pedagang di pasar-pasar yang nyaris bangkrut. PD Pasar hanya bisa memberi solusi penutupan pasar itu dengan cara menghapus asetnya, agar tak ada pertanggungjawabannya dengan Pemkot. Alasan aset yang ingin dilepas pun karena pasar itu hanya tinggal nama saja, luasan yang tidak memadai sampai dengan tak lagi dikunjungi pembeli.
“PD Pasar jangan hanya berlaku seperti preman yang bisanya hanya menarik retribusi tanpa memiliki solusi untuk mengembangkan atau menghidupkan pasar yang sepi. Tak perlu ada direksi, pilih saja makelar stan atau preman untuk mengelola pasar yang ada,” sindir Machmud. (anto/Jack)