Surabaya (KN) – Meski pemilu legislatif (Pileg) 2019 masih jauh, suasana politik di 2017 saat ini sudah mulai hangat. Dinamika politik di DPR dan lingkungan partai politik sudah mulai terasa riuh. Babak awal tarik-ulur peraturan Pemilu pun sudah diketuk. Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu baru saja menyetujui penambahan 15 kursi DPR, dari 560 menjadi 575 orang, suatu keputusan yang mengundang pro-kontra.Bagaimana dengan status representasi politik perempuan? Sejak 2003, UU Pemilu sudah mewajibkan kandidasi perempuan sebesar 30 persen dari total kandidat Pileg, tetapi di tiga Pileg berikutnya 2004 – , 2009, pada 2014 keterwakilan perempuan di DPR hanya meraih kursi kurang dari 18 persen. Jumlah tersebut sangatlah mendesak bagi kader parpol perempuan maupun aktivis perempuan untuk membekali diri sedini mungkin. Untuk itu, WYDII, didukung oleh Women’s Learning Partnership (WLP), mengadakan pelatihan “Kepemimpinan Perempuan Partisipatoris dan Advokasi HAM” di hotel Novotel, Surabaya pada tanggal 11-13 Juni 2017.
Selain untuk berkonsolidasi dengan kader parpol perempuan, pelatihan ini juga membangun forum pembelajaran antara pegiat perempuan, mahasiswa, kader parpol, dan anggota legislatif. Bersatunya pegiat parpol dan pegiat HAM akan membangun sinergi yang saling menguatkan perjuangan kelompok perempuan, terutama dalam membangun dan meningkatkan pemberdayaan dan representasi politik perempuan.
Pelatihan ini akan diikuti oleh 28 perempuan dari pegiat perempuan/gender, kader/pengurus parpol, anggota legislatif perempuan, mantan caleg perempuan, dan perwakilan mahasiswa. Selama tiga hari, peserta akan berkonsolidasi membahas pengalaman dan pembelajaran kepemimpinan perempuan di ranah politik, dinamika yang terjadi di parpol, dan dampaknya terhadap prospek politik perempuan di 2019.
Pelatihan ini juga akan membahas pendidikan HAM dan strategi-strategi advokasi dan aksi dalam membangun konstituen. Di hari terakhir, peserta akan beraudiensi dengan AKBP, drg. Retno Kapti D. di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim. (red)